PajakOnline.com—Tarif pajak dan retribusi di Kabupaten Buleleng, Bali berpotensi berubah. Pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Raperda itu rencananya mulai dibahas di DPRD Buleleng pada akhir Juni mendatang. Sejumlah pajak dan retribusi akan diharmonisasi menjadi satu aturan. Selama ini, Kabupaten Buleleng memiliki setidaknya enam jenis aturan yang mengatur pajak dan retribusi daerah.
Namun sebelum Raperda tuntas, DPRD Buleleng mengingatkan agar pemerintah berhati-hati menerapkan nominal pajak dan retribusi. Karena nominal yang terlalu tinggi akan memberatkan masyarakat. Dampaknya masyarakat malas membayar pajak, yang akhirnya malah pendapatan daerah macet.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Buleleng, Nyoman Gede Wandira Adi meminta pemerintah belajar dari revisi Perda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Setelah ditetapkan, ternyata perda itu mengundang keluhan di masyarakat. Karena tarif pajak dinilai memberatkan. Akibatnya warga enggan membayar pajak.
“Tolong draft ini dicermati dengan baik. Jangan sampai seperti PBB tempo hari. Setelah ditetapkan ternyata jadi polemik sampai hari ini, karena nilainya terlalu tinggi,” kata Wandira, dikutip hari ini.
Sementara itu, Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana menegaskan, PBB akan jadi salah satu poin yang diperhitungkan. Dia juga sepakat dengan dewan, dan berharap nominal pajak yang dibayar warga tak terlalu tinggi. Tetapi pajak juga harus memberikan kontribusi yang cukup pada daerah. Sebelum nominal pajak dan retribusi ditetapkan, dia berjanji akan melakukan uji publik terlebih dahulu.
Sementara itu, Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri, Makmur Marbun mengatakan, pemerintah daerah memiliki kewenangan menetapkan perda sesuai dengan asas otonomi daerah. Dia meminta agar dewan juga mendukung rencana pemerintah melakukan harmonisasi aturan.
“Hal ini berkali-kali saya sampaikan kepada Bapemperda di daerah-daerah, jangan sampai Perda belum selesai sudah ada penolakan,” katanya.
Marbun juga meminta agar pemerintah cermat dalam menyusun perda. Sebab ada kecenderungan pimpinan instansi berlomba-lomba membuat perda. Perda harus dapat memberi manfaat bukan justru membebani masyarakat.
“Oleh karena itu, waktu membahas Ranperda jangan sampai pimpinan SKPD asal membuatnya, kalau dirasa membebani masyarakat ya jangan dibuat,” tegasnya. (Azzahra Choirrun Nissa)