PajakOnline.com— Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan tidak semua pemilik KTP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) wajib membayar pajak. Terdapat ketentuan batasan penghasilan yang dapat dikenakan pajak, sesuai syarat objektif dan yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama memastikan, penggunaan NIK/KTP sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) semakin memudahkan masyarakat menyelesaikan kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun 2007, NPWP adalah identitas atau tanda pengenal bagi Wajib Pajak yang diberikan DJP. Sedangkan, NIK sesuai UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, NIK merupakan nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. NIK ada dalam KTP warga negara Indonesia. Integrasi KTP sebagai NPWP akan mulai dilaksanakan tahun depan atau 2023.
“Terkait dengan NIK, sebelum ngomong NIK, perlu kami ingin menggarisbawahi bahwa tidak semua yang punya NIK nanti harus membayar pajak. Konteksnya adalah ini merupakan suatu kemudahan untuk (Wajib Pajak) orang pribadi di Indonesia. Kalau daftar NPWP, kalau sudah mulai punya gaji, punya apa, yang dikasih NIK-nya saja, enggak dibuatin NPWP seperti sekarang. Berarti ini kemudahan benar-benar enggak perlu lagi punya dua identitas, ada NIK, ada NPWP tersendiri,” terang Yoga dalam Media Briefing Perkembangan Data Penerimaan Pajak Terkini dan Program Pengungkapan Sukarela, di Jakarta, Jumat (27/5/2022).
Yoga menjelaskan, berdasarkan UU HPP, bila pemilik NIK yang berpenghasilan kurang dari Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun, maka tidak akan dikenakan pajak. Masyarakat dengan penghasilan ini masuk kategori penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Lalu, berapa penghasilan yang dikenakan pajak? dan, berapa tarif pajaknya? Dalam UU HPP, ketentuan penghasilan kena pajak (PKP) adalah sebagai berikut:
Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta (tarif Pajak Penghasilan/PPh final 5 persen).
Penghasilan di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta (tarif PPh final 15 persen).
Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta (tarif PPh final 25 persen).
Penghasilan di atas Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar (tarif PPh final 30 persen).
Penghasilan di atas Rp 5 miliar (tarif PPh final 35 persen).
Masih Menunggu PMK
Yoga mengatakan, pemerintah masih menyiapkan aturan teknis NIK sebagai NPWP, sehingga integrasi ini dapat diterapkan dalam waktu dekat. Dengan demikian, bagi yang belum memiliki NPWP cukup memiliki NIK saja. Sementara, bagi yang sudah memiliki NPWP secara bertahap akan beralih menggunakan NIK.
“Perjalanannya atau tahapannya dalam waktu dekat memang kita akan terapkan. Nah waktu dekat seberapa kita tunggu nanti, ya. Yang belum punya daftar langsung dikasih NIK, tapi tunggu PMK (peraturan menteri keuangan), ya. Yang lama-lama, seperti Anda semua, saya juga, nanti secara bertahap akan diganti dengan NIK. Dikasih tahu sama DJP, ‘sekarang Anda makainya NIK saja’. Tapi semua ada waktu pemberitahuannya. Suatu saat nanti, entah kapan, yang lama (penggunaan NPWP) benar-benar sudah selesai,” kata Yoga.
DJP Kemenkeu dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah melakukan adendum atas perjanjian kerja sama untuk mengintegrasikan NIK dan NPWP. Adendum juga diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 yang mewajibkan pencantuman NIK/KTP dan/atau NPWP dalam layanan publik. Dalam perpres itu, kegiatan pemadanan, pemutakhiran data kependudukan, serta basis perpajakan wajib dilaksanakan.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengungkapkan, perjanjian kerja sama itu merupakan kelanjutan sinergi DJP dan Ditjen Dukcapil sejak 2013.
“Perjanjian bertujuan untuk memperkuat integrasi data antara DJP dan Ditjen Dukcapil, utamanya terkait NIK dan NPWP. Melalui adendum ini DJP dan Ditjen Dukcapil akan mengintegrasikan data kependudukan dengan basis data perpajakan. Ini meningkatkan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam mengakses dan menerima layanan perpajakan, sekaligus mendukung kebijakan satu data Indonesia,” kata Neil.
Integrasi data kependudukan dan perpajakan juga akan memperkuat upaya peningkatan kepatuhan dan pengawasan pajak. Sebab, data kependudukan merupakan data sumber yang digunakan oleh banyak instansi, lembaga pemerintahan, maupun lembaga swasta. Misalnya, dalam bertransaksi ataupun membeli aset, NIK merupakan syarat administrasi yang harus dilampirkan.