PajakOnline | Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan Pengusaha Kena Pajak atau PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak (BKP/JKP) non mewah masih memiliki kesempatan untuk membuat faktur pajak dengan tarif PPN 11% hingga 31 Maret 2025.
Pada masa transisi ini, tarif PPN 11% bisa menggunakan dasar pengenaan pajak DPP berupa harga jual penuh, bukan DPP nilai lain dengan besaran 11/12. Kelonggaran ini diberikan pemerintah selama masa transisi pemberlakuan PMK 131/2024 selama 3 bulan, yakni sejak 1 Januari 2025 hingga 31 Maret 2025.
Wajib pajak atau PKP tidak perlu bingung lagi ya, sebab kebijakan ini memang diberikan sebagai masa transisi ketentuan dalam PMK 131/2025. Artinya, tarif efektif yang diterapkan sama-sama 11%. Tarif 11% dikalikan dengan harga jual, atau tarif 12% dikalikan dengan DPP nilai lain 11/12 dari harga jual. Jelas ya.
Keterangan-keterangan yang harus dicantumkan dalam faktur pajak antara lain nama, alamat, dan NPWP penjual; nama, alamat, dan NPWP pembeli; serta jenis BKP/JKP yang dilakukan penyerahan.
Selanjutnya, harga BKP/JKP yang dilakukan penyerahan; potongan harga; PPN yang dipungut; PPnBM yang dipungut; kode dan nomor seri faktur pajak; tanggal pembuatan faktur pajak; serta nama dan tanda tangan pihak yang berhak menandatangani faktur pajak.
Faktur pajak bisa dibuat tanpa mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual sepanjang penyerahan BKP/JKP dilakukan oleh PKP pedagang eceran kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir.
Nah, setelah masa transisi berakhir maka terhitung mulai 1 April 2025, tarif PPN yang tertera dalam faktur pajak harus 12% sesuai dengan pengaturan dalam Pasal 7 ayat 1 huruf b UU PPN. Sementara itu, DPP yang digunakan adalah DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian sesuai Pasal 3
PMK 131/2024.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengatakan, kebijakan tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa selain barang mewah yang dikenai PPnBM, maka PPN yang diterapkan tidak berubah dari ketentuan sebelumnya.
“Ini kembali ke rumus yang pertama tadi, sepanjang dia tidak dalam kategori sebagai barang mewah yang harus naik tarif pajaknya (menjadi 12%, PPN-nya dia akan mendapatkan treatment yang sama),” kata Suryo Utomo dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi Januari 2025.
Baca Juga:
Core Tax Bermasalah, DJP: Volume Pengguna Tinggi dalam Waktu Bersamaan