Oleh Raden Agus Suparman
PajakOnline.com—Pemajakan dividen pada dasarnya dapat dibagi dua, yaitu “integration system” dan “classical system”. Sejak 1984, Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (Pph) menganut classical system.
Classical system berasal dari asumsi dasar teori akuntansi yaitu “separate entity”. Asumsi dasar ini mengatakan bahwa perusahaan dipandang sebagai suatu unit usaha yang berdiri sendiri, terpisah dari pemiliknya. Walaupun perusahaan itu seratus persen dimiliki oleh orang pribadi, tetap saja perusahaan itu dianggap sebagai sebuah badan yang terpisah dari pemiliknya.
Separate entity juga dikenal di hukum perseroan. Menurut Undang-Undang Perseroan bahwa perseroan terbatas (rechtpersoon) merupakan “Entitas Terpisah” dari pemegang saham.
Prinsip ini digunakan dalam rangka perlindungan bagi pemegang saham atas tanggung-jawabnya terhadap perseroan terbatas. Diskusi antara integration system versus classical system sebenarnya diskusi tentang siapa yang dapat memikul beban pajak.
Penganut integration system mengatakan bahwa beban pajak hanya dapat dirasakan oleh orang pribadi. Jadi, semua keuntungan perseroan harus dialokasikan kepada orang pribadi pemilik perseroan terbatas. Baik laba ditahan maupun laba yang dibagikan.
Sedangkan classical system berpendapat bahwa perseroan terbatas dan pemegang saham adalah separate entity sehingga masing-masing harus dipajaki. Sejak 1984, Indonesia menganut classical system. Cirinya ada di pengenaan dividen.
Selama ini, dividen yang diterima oleh pemegang saham orang pribadi merupakan penghasilan dan dikenai pajak.
Sampai dengan 2008 penghasilan dividen yang diterima orang pribadi dikenai tarif progresif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Namun sejak 2009 sampai dengan sekarang penghasilan dividen yang diterima oleh orang pribadi dikenai PPh final sebesar 10% berdasarkan Pasal 17 ayat (2c) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Namun, sejak 2020 berlaku Undang-Undang Cipta Kerja yang memungkinkan penghasilan dividen yang diterima oleh orang pribadi dikecualikan sebagai objek pajak. Orang pribadi penerima dividen harus menginvestasikan dulu sebelum dikonsumsi oleh orang pribadi.
Dengan perubahan pemajakan atas dividen yang diterima oleh orang pribadi maka Indonesia dapat disebut sudah menganut integration system tetapi dengan syarat. Jika syarat tidak dipenuhi oleh orang pribadi, atas penghasilan dividen tersebut tetap dikenai pajak.
Tetapi jika pemegang saham perseroan terbatas berupa badan hukum, tidak ada syarat seperti orang pribadi. Sejak tahun 2020, semua laba perseroan terbatas yang diberikan kepada badan dikecualikan sebagai objek pajak. Sehingga, jika perseroan terbatas tertentu hanya dimiliki oleh wajib pajak badan (bisa berupa CV, firma atau yayasan), maka laba atas perseroan terbatas tersebut hanya dikenai sekali saja. Ini sama dengan full integration system.