PajakOnline.com—Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996, KMK No. 120/KMK.03/2002 Jo KMK No. 394/KMK.04/1996 Jo KEP – 50/PJ./1996 Jo SE – 22/PJ.4/1996
dan KEP – 227/PJ./2002 maka berikut ini ketentuan PPh Final atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan;
Dalam hal yang menyewakan adalah wajib pajak badan atau BUT, PPh yang terutang sebesar 6% dari jumlah bruto nilai persewaan.
Dalam hal yang menyewakan adalah wajib pajak orang pribadi, PPh yang terutang sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan.
Sejak tanggal 1 Mei 2002, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2002, besarnya PPh yang wajib dipotong atau dibayar sendiri atas penghasilan dari persewaan tanah/bangunan sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik untuk wajib pajak badan, BUT maupun wajib pajak orang pribadi
Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewakan termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan.
Tata cara pengenaan PPh final tersebut dilakukan melalui pemotongan oleh pihak penyewa, kecuali jika penyewa tersebut bukan merupakan subyek pajak atau wajib pajak orang pribadi yang tidak ditunjuk oleh Dirjen Pajak (KEP – 50/PJ./1996). Dalam hal demikian, PPh final yang terutang harus dibayar sendiri (langsung) ke bank persepsi oleh pihak yang menyewakan tanah dan/atau bangunan.
Orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan adalah; Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan; yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
Kewajiban penyewa sebagai pemotong pajak:
-Memotong PPh pada saat pembayaran atau terutangnya sewa dan memberikan bukti pemotongan kepada pihak yang menyewakan.
-Menyetorkan PPh selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
-Melaporkan ke KPP terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya (menggunakan formulir laporan pemotongan/ penyetoran PPh atas persewaan tanah dan/atau bangunan dengan dilampiri SSP lembar ke-3 dan bukti pemotongan lembar ke-2).
Dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan subjek pajak, pihak yang menyewakan berkewajiban:
-Menyetor PPh selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya
-Melaporkan ke KPP terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya
Wajib pajak yang usaha pokoknya pesewaan tanah dan/atau bangunan tetap wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh disertai Laporan Keuangan atas seluruh usahanya.
Apabila kontrak dan pelaksanaan sewa dilaksanakan sebelum bulan Mei 2002, maka atas penghasilan yang diterima/diperoleh wajib pajak badan dan BUT dari persewaan tanah/bangunan terhutang PPh sebesar 6% dari jumlah bruto nilai persewaan.
Apabila kontrak sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002, tetapi pelaksanaan sewa dilakukan pada bulan Mei 2002 dan selanjutnya, maka atas penghasilan yang diterima/diperoleh wajib pajak badan dan BUT dari persewaan tanah dan bangunan terhutang PPh sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan.
Apabila kontrak dan pelaksanaan sewa dilaksanakan setelah bulan April 2002, maka atas penghasilan yang diterima/diperoleh wajib pajak badan dan BUT dari persewaan tanah/bangunan terhutang PPh sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan.