PajakOnline | Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mengaktifkan kembali akses layanan pembuatan faktur pajak yang sebelumnya dinonaktifkan karena terindikasi sebagai penerbit atau pengguna faktur pajak tidak sah. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-9/PJ/2025 yang memberikan mekanisme klarifikasi bagi wajib pajak.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) PER-9/PJ/2025, Kepala Kanwil DJP akan mengaktifkan kembali akses pembuatan faktur pajak apabila klarifikasi wajib pajak dikabulkan. Sebelumnya, DJP berwenang menonaktifkan akses layanan ini bagi wajib pajak yang terindikasi tidak memenuhi kriteria kewajaran dan keberadaan lokasi usaha, kesesuaian kegiatan usaha, serta bagi pengguna yang mengkreditkan pajak masukan dari Faktur Pajak Tidak Sah.
Wajib pajak yang terkena pemblokiran layanan dapat menyampaikan klarifikasi data kepada DJP dengan batas waktu maksimal 30 hari kalender sejak pemberitahuan penonaktifan akses. Kepala Kanwil DJP harus menentukan mengabulkan atau menolak klarifikasi dalam jangka waktu maksimal 30 hari kalender sejak dokumen klarifikasi diterima.
Apabila wajib pajak tidak menyampaikan klarifikasi dalam batas waktu yang ditentukan, maka terhadap wajib pajak tersebut akan dilakukan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan sesuai Pasal 5 ayat (6) PER-9/PJ/2025. Hal ini menunjukkan keseriusan DJP dalam menegakkan kepatuhan perpajakan sekaligus memberikan kesempatan perbaikan.
DJP mengabulkan klarifikasi wajib pajak dalam tiga kondisi utama. Pertama, wajib pajak terindikasi penerbit dan pengguna tidak memenuhi ketentuan penonaktifan akses atau dilakukan penghentian penyidikan terkait penerbitan faktur pajak tidak sah berdasarkan Pasal 44B UU KUP, serta dinyatakan tidak terbukti berdasarkan hasil pemeriksaan atau putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Kedua, bagi wajib pajak terindikasi pengguna yang menyampaikan pembetulan SPT, melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, atau melunasi utang pajak atas surat ketetapan pajak yang terkait dengan dasar penonaktifan. Ketiga, klarifikasi juga dikabulkan apabila dilakukan penghentian pemeriksaan bukti permulaan karena pengungkapan ketidakbenaran, penghentian penyidikan, atau dinyatakan tidak terbukti berdasarkan hasil pemeriksaan dan putusan pengadilan.
(Khairunisa Puspita Sari)