PajakOnline | Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo menyampaikan pemerintah memberikan masa transisi selama 3 bulan bagi Wajib Pajak menyesuaikan sistem administrasi faktur pajak atas pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. Selama 3 bulan itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjamin tidak ada sanksi apabila salah atau telat menerbitkan faktur pajak.
“Kami memberikan kemudahan untuk tidak menerapkan sanksi bila terjadi keterlambatan atau terjadi kesalahan penerbitan faktur,” kata Suryo Utomo.
Sebenarnya sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) telah mengatur denda atas kesalahan atau keterlambatan menerbitkan faktur pajak. Regulasi ini menetapkan Wajib Pajak salah atau telat menerbitkan faktur pajak, maka akan dikenakan sanksi berupa denda senilai 1 persen dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Suryo menyebutkan, kemudahan dan pemberian masa transisi tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah mendengar aspirasi dari pelaku usaha melalui Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
”Setelah (acara) Media Briefing dengan teman-teman wartawan, kami kumpul dengan pelaku (usaha),” kata Suryo.
Ketentuan masa transisi 3 bulan serta teknis penerbitan faktur pajak telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2025 tentang Petunjuk Teknis Pembuatan Faktur Pajak Dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean (PER-01/PJ/2025).
Regulasi yang berlaku mulai 3 Januari 2025 itu menegaskan bahwa faktur pajak yang diterbitkan atas penyerahan, selain barang mewah, dengan mencantumkan nilai PPN terutang sebesar:
Tarif PPN 11 persen dikali dengan harga jual (seharusnya 12 persen x 11/12 x harga jual); atau Tarif PPN 12 persen dikali dengan harga jual (seharusnya 12 persen x 11/12 x harga jual), dianggap benar dan tidak dikenakan sanksi.
Adapun faktur pajak yang selama ini berlaku untuk tarif umum adalah faktur dengan kode transaksi 01. Namun, kini digunakan khusus untuk barang mewah yang terkena tarif PPN 12 persen—setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Sedangkan, barang-barang non mewah yang kini tarif PPN efektifnya menjadi 11 persen—karena adanya ketentuan DPP menggunakan nilai lain (11/12), harus menggunakan faktur pajak dengan kode transaksi 04.
Baca Juga:
Masa Transisi, Faktur Pajak Masih Boleh Pakai PPN 11% sampai 31 Maret 2025