PajakOnline.com— Apa yang dimaksud dengan hak mendahului (Privilege) dan bagaimana ketentuan di dalamnya?
Apabila Wajib Pajak/ Penanggung Pajak pada saat yang sama di samping mempunyai utang-utang pribadi (perdata), juga mempunyai utang terhadap Negara (fiskus), di mana harta kekayaan dari Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mencukupi untuk melunasi semua utang-utangnya, maka negara memiliki hak mendahului atas tagihan pajak tersebut sesuai dengan bunyi Pasal 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP sebagai berikut :
(1) |
Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. |
||||||
(2) |
Hak mendahulu dimaksud meliputi pokok pajak sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan , dan biaya penagihan pajak. |
||||||
(3) |
Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak-hak mendahulu lainnya, kecuali tehadap:
|
Di lain pihak Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 JO Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Pasal 19 Ayat 6 mengatur juga tentang pengecualian dari hak mendahulu . Pasal 19 Ayat 6 Undang-Undang tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa tersebut menyatakan sebagai berikut :
Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya kecuali terhadap:
a) |
biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak; |
b) |
biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; |
c) |
biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. |
Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap segera disampaikan oleh Pengadilan Negeri kepada Kantor Lelang untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian hasil lelang. Adapun maksud dari Pasal 21 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 JO Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 JO Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP adalah menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Wajib Pajak dan barang-barang milik wakilnya.
Hak mendahulu dengan sendirinya hilang, jika tidak digunakan oleh fiskus, setelah jangka waktu dua tahun sejak diterbitkan STP/ SKPKB/ SKPKBT / SK. Pembetulan, SK. Keberatan atau Permohonan Banding, kecuali jika sebelum jangka waktu dua tahun fiskus mengeluarkan Surat Paksa untuk mencegah daluwarsa hak mendahului itu. Hak mendahului untuk menagih utang pajak dengan sendirinya lenyap, jika utang pajak tersebut telah lunas dibayar.
TANGGUNG JAWAB WAKIL DARI WAJIB PAJAK
Menurut Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 JO Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 JO Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 secara lengkap adalah sebagai berikut :
“Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, WP diwakili dalam hal :
-
badan oleh pengurus
-
badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan;
-
suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya;
-
anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.”
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka wakil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 JO Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 JO Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang. Bertanggung jawab secara pribadi maksudnya adalah agar harta kekayaan pribadinya menjadi jaminan untuk pelunasan utang pajak. Sedangkan pengertian bertanggung jawab secara renteng ( hoofdlijke aansprakelijkheid ) dimaksudkan bahwa masing-masing wakil bertanggung jawab untuk seluruh utang pajak.
Wakil dapat membebaskan diri dari tanggung jawab tersebut apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang, sebagaimana tercantum dalam Pasal 32 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 JO Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 JO Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP.