Oleh Raden Agus Suparman
PajakOnline.com—Saat kita memperoleh penghasilan maka kita memiliki dua bagian. Bagian pertama, terhadap penghasilan tersebut kita gunakan untuk konsumsi yang menghabiskan penghasilan tersebut. Contoh penggunaan penghasilan untuk konsumsi yaitu piknik, makan, nonton, baya pajak, dan seterusnya.
Bagian kedua, terhadap penghasilan tersebut kita simpan sehingga bisa disebut harta. Dan harta ini wajib dilaporkan di SPT Tahunan. Contoh penggunaan penghasilan untuk disimpan yaitu ditabung di bank, beli saham, beli tanah dan/bangunan, beli kendaraan, dan sejenisnya.
Pada umumnya, tahun perolehan penghasilan merupakan tahun pajak terutang. Kita memiliki penghasilan tahun 2021 merupakan tahun pajak terutang adalah tahun pajak 2021. Dan tahun pajak 2021 langsung disimpan sebagai harta atau habis untuk konsumsi.
Karena itu, pada umumnya tahun perolehan penghasilan akan sama dengan tahun perolehan harta. Perolehan penghasilan tahun pajak 2020 akan dilaporkan sebagai harta tahun pajak 2020.
Namun rumusan ini ternyata berbeda di PPS. Harta bersih PPS Kebijakan 2 dianggap sebagai penghasilan tahun pajak 2020. Hal ini berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021.
PPS Kebijakan 2 adalah harta yang (sebenarnya) diperoleh tahun pajak 2016 sampai dengan tahun pajak 2020 tetapi belum dilaporkan di SPT Tahunan.
Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak jujur, masih ada sebagian harta yang belum diungkap dan ditemukan oleh Ditjen Pajak, maka harta yang baru ditemukan tersebut dianggap sebagai penghasilan tahun pajak 2022. Hal ini diatur di Pasal 9 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021.
Begitu juga jika Wajib Pajak berjanji untuk melakukan repatriasi dan/atau investasi tetapi ternyata sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan tidak dilakukan, maka Wajib Pajak hanya menambah pajak penghasilan.
Penambahan pajak penghasilan ini dikarenakan adanya perbedaan tarif bagi yang melakukan investasi. Dan penambahan pajak penghasilan ini juga dianggap sebagai tahun pajak 2022.
Berbeda dengan PPS Kebijakan 2, harta bersih yang diungkap di PPS Kebijakan 1 dianggap sebagai penghasilan tahun pajak 2022.
Namun demikian, baik kebijakan 1 maupun kebijakan 2 menganggap bahwa semua harta dan utang yang diungkap di PPS merupakan harta baru dan utang baru perolehan tahun pajak 2022 dan dilaporkan di SPT Tahunan tahun pajak 2022. Hal ini diatur di Pasal 21 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021.
Dari uraian diatas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa harta dan utang yang diungkap di PPS merupakan pajak penghasilan tahun 2022, perolehan harta tahun pajak 2022, dan dilaporkan di SPT Tahunan tahun pajak 2022, kecuali PPS Kebijakan 2. Khusus PPS Kebijakan 2 ada pengecualian di penghasilan yakni menjadi penghasilan tahun pajak 2020.