PajakOnline.com—Pemerintah memiliki utang Rp7.014,58 triliun sampai Februari 2022. Dalam laporan APBN Kita Edisi Maret 2022 berdasarkan realisasi ini, rasio utang pemerintah atas produk domestik bruto (PDB) sejumlah 40,17%. Angka ini meningkat daripada rasio utang di akhir Januari 2022 yang sejumlah 39,63%.
“Secara nominal, terjadi peningkatan total utang Pemerintah seiring dengan penerbitan SBN dan penarikan pinjaman di bulan Februari 2022,” tulis laporan APBN Kita Edisi Maret 2022.
Laporan menyebutkan utang pemerintah mayoritas berbentuk surat berharga negara (SBN). Kontribusi SBN atas stok utang pemerintah menyentuh 87,88% atau Rp6.164,2 triliun.
SBN dengan mata uang rupiah angkanya Rp4.901,66 triliun, sedangkan pada valuta asing Rp1.262,53 triliun. Keduanya diterbitkan dengan bentuk surat berharga negara dan surat berharga syariah negara.
Sedangkan, komposisi utang pinjaman dari pinjaman dalam catatan nilainya hanya 12,12% atau senilai Rp850,38 triliun. Angka ini mencakup pinjaman dalam negeri Rp13,27 triliun dan pinjaman luar negeri Rp837,11 triliun.
Pemerintah menilai komposisi utang di akhir Februari tetap terjaga dengan batas aman, wajar dan terkendali. Salah satu tandanya yaitu dominasi utang pada denominasi rupiah.
Terjadinya penurunan kepemilikan SBN oleh asing pemerintah menilai terjadi karena ketegangan global juga volatilitas pasar. Tetapi lewat strategi memperluas pasar domestik pada pasar SBN, penurunan kepemilikan SBN dampaknya diprediksi tidak begitu signifikan.
Walau masih dihantui dengan ketidakpastian, pemerintah meyakini pemulihan ekonomi pada 2022 akan tetap berlanjut. Penurunan terus terjadi pada defisit APBN 2022 daripada target defisit tahun 2020 dan 2021 membuktikan pemerintah terus berupaya agar kembali defisit di bawah 3% atas PDB.
Pemerintah juga akan terus menjaga rasio utang, terutama untuk mengedepankan pemanfaatan pembiayaan non utang, misalnya optimalisasi pemanfaatan SAL menjadi buffer fiskal, juga penerapan SKB II dengan Bank Indonesia. (Ridho Rizqullah Zulkarnain)