PajakOnline.com—Akuntansi perpajakan merupakan pengetahuan penting yang harus dipahami wajib pajak. Akuntansi perpajakan diperlukan untuk mendapatkan perhitungan pajak yang akurat. Akuntansi memiliki banyak cabang, salah satu cabang yang cukup sering diaplikasikan dalam keuangan perusahaan adalah akuntansi perpajakan.
Akuntansi perpajakan adalah aktivitas pencatatan keuangan badan usaha atau lembaga untuk mengetahui jumlah pajak yang harus dibayarkan.
Dalam dunia perpajakan, akuntansi bukan istilah baku, karena yang lebih tepat disebut pembukuan dan pencatatan. Namun, karena sistem pajak yang ditetapkan pemerintah saat ini, sebuah lembaga atau badan usaha diharuskan untuk menerapkan sistem akuntansi.
Akuntansi biasa maupun akuntansi perpajakan memiliki cara kerja yang serupa. Bedanya, jika akuntansi biasa menghasilkan laporan keuangan, akuntansi perpajakan menghasilkan laporan pajak.
Fungsi Akuntansi Perpajakan
Secara teknis, selain berfungsi untuk mengetahui besaran pajak yang harus dibayar wajib pajak, cabang akuntansi ini juga memiliki fungsi lain yang tidak kalah penting seperti di bawah ini:
1. Sebagai bahan analisis untuk mengetahui besar pajak yang harus dibayar perusahaan atau lembaga keuangan di masa yang akan datang.
2. Sebagai dokumentasi perpajakan tahunan yang bisa dipakai untuk perbandingan dan mengetahui riwayat keuangan perusahaan.
3. Sebagai laporan keuangan resmi yang bisa kita paparkan saat ingin mendapatkan investor atau kegiatan publikasi lainnya.
4. Sebagai strategi menganalisa pajak dan perencanaannya di masa yang akan datang.
Mengingat pentingnya fungsi-fungsi tersebut, maka setiap pengolahan data dan pencatatan keuangan harus dilakukan secara detail dan rinci agar hasil yang diperoleh sesuai dengan kenyataan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Prinsip Akuntansi Perpajakan
Supaya perusahaan tidak melakukan kesalahan dalam proses perhitungan pajak, maka pahami prinsip-prinsip penting dalam akuntansi perpajakan berikut ini;
1. Kesatuan
Prinsip ini menyatakan, sebuah perusahaan merupakan satu kesatuan ekonomi yang tidak dapat disatukan dengan entitas ekonomi lain yaitu pemilik perusahaan atau lembaga lain yang secara hukum tidak memiliki hak.
2. Historis
Prinsip historis mengharuskan pencatatan keuangan secara real terhadap pembiayaan sebuah barang atau aset. Misalnya, apabila perusahaan membeli sebuah bangunan seharga Rp250.000.000 tetapi dalam proses negosiasi akhirnya didapatkan harga Rp200.000.000 maka pencatatan yang harus dibukukan adalah senilai Rp200.000.000 sesuai kesepakatan akhir yang dibayarkan.
3. Pengungkapan Penuh
Untuk mendapatkan hasil yang akurat, setiap pencatatan aktivitas keuangan harus disajikan secara informatif dan detail. Bahkan kalau perlu, tambahkan catatan kaki atau lampiran penting sebagai referensi.
Setelah memahami prinsip akuntansi perpajakan, diharapkan risiko kesalahan dan ketidakakuratan pencatatan data pajak bisa diminimalkan, bahkan dihilangkan.
Klasifikasi Pajak
Sebelum memulai pencatatan, sebuah perusahaan atau lembaga wajib mengetahui jenis pajak terutang yang menjadi kewajiban dibayarkan. Untuk memudahkan, berikut klasifikasi pajak berdasarkan cara pemungutannya:
1. Pajak langsung
Pajak ini dikenakan berdasarkan jumlah penghasilan atau kekayaan yang dimiliki sebuah perusahaan atau lembaga. Adapun besarannya telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Pajak langsung biasanya harus dibayarkan oleh wajib pajak dan tidak boleh diwakilkan atau dibebankan pada orang atau instansi lain.
2. Pajak tidak langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang dibayarkan saat terjadi sebuah transaksi keuangan. Pajak semacam ini bisa diwakilkan atau dibebankan kepada orang lain.
Contoh sederhana pajak tidak langsung adalah pembelian barang di mal atau pusat perbelanjaan. Harga yang kita bayar biasanya sudah termasuk pajak sehingga kita tidak perlu lagi membayar pajak ke pemerintah. (Wiasti Meurani)