PajakOnline.com—Kartu Kredit Pemerintah (KKP) merupakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan adanya KKP, maka kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh bank penerbit, kemudian satuan kerja (satker) berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus.
Artinya, pemegang KKP yaitu pejabat atau pegawai di lingkungan kementerian/lembaga yang berstatus sebagai pejabat negara, pegawai negeri sipil, prajurit tentara nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau pegawai lainnya untuk melakukan belanja.
Secara umum, KKP merupakan salah satu bentuk corporate card, tetapi digunakan satker pemerintah untuk melakukan pembayaran atas transaksi belanja negara. Maka dari itu, KKP berfungsi sebagaimana kartu kredit pada umumnya. Namun, KKP khusus digunakan untuk belanja barang yang memang dibiayai oleh uang persediaan.
Pada skema uang persediaan, mekanisme pembayaran dilakukan secara tunai dan dikelola langsung oleh bendahara dan digunakan untuk keperluan operasional. Sementara, dalam pembayaran langsung, pemerintah menggunakan metode transaksi nontunai.
Biasanya, transaksi yang dilakukan untuk pengadaan barang operasional kantor hingga perjalanan bisnis, dan dilakukan melalui transfer langsung dari rekening kas nasional ke rekening pihak yang menyediakan atau menjual segala kebutuhan.
Untuk itu, mekanisme tersebut digunakan untuk pembayaran kontrak aparatur sipil negara (ASN), gaji pegawai, tunjangan makan, uang lembur dan tunjangan kinerja, serta biaya barang untuk perjalanan dinas.
Selain itu, penerbitan KKP memiliki sejumlah manfaat positif demi APBN yang sehat seperti meminimalkan pemakaian uang secara tunai pada transaksi keuangan negara, memberikan rasa aman dalam melakukan transaksi, meminimalkan adanya potensi kesalahan (fraud) atau kecurangan seperti transaksi fiktif, serta mengurangi biaya pemakaian uang persediaan.
Penggunaan KKP memiliki landasan hukum berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 97 Tahun 2021. PMK ini merupakan perubahan atas PMK No. 196 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah. Namun, dalam Pasal 25 Ayat (2) PMK 97/2021 bahwa pengeluaran yang dapat dibiayai dengan menggunakan KKP, antara lain:
1. Belanja barang operasional, meliputi belanja keperluan perkantoran, belanja pengadaan bahan makanan, belanja penambah daya tahan tubuh, dan belanja barang operasional lainnya.
2. Belanja barang nonoperasional, mencakup belanja bahan dan belanja barang non-operasional lainnya.
3. Belanja barang untuk persediaan, antara lain belanja barang persediaan barang konsumsi.
4. Belanja sewa.
5. Belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, antara lain belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja barang persediaan pemeliharaan gedung dan bangunan, serta belanja pemeliharaan gedung dan bangunan lainnya.
6. Belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, termasuk belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, belanja bahan bakar minyak dan pelumas dan pelumas khusus non-Pertamina, belanja barang persediaan pemeliharaan peralatan dan mesin, dan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin lainnya.
7. Belanja pemeliharaan lainnya, berupa belanja barang persediaan pemeliharaan lainnya dan belanja pemeliharaan lainnya.
Berdasarkan PMK 97/2021 mengenai batasan maksimum belanja yang diperbolehkan menggunakan kartu kredit pemerintah. Sementara itu, dalam Pasal 25 Ayat (2a) disebutkan bahwa penggunaan KKP dilakukan dengan nilai belanja paling banyak Rp 200 juta untuk satu penerima pembayaran.
Adapun ketentuan pembayaran dan penggunaan KKP dikecualikan bagi Satker yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Tidak terdapat penyedia barang/jasa yang dapat menerima pembayaran dengan KKP melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); dan
b. Memiliki pagu jenis belanja Satker yang dapat dibayarkan melalui uang persediaan sampai dengan Rp 2,4 miliar.(Kelly Pabelasary)