PajakOnline.com— Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak (DJP) Nomor SE-15/PJ/2018, Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) merupakan daftar Wajib Pajak yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan. Penyusunan DSP3 dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas penggalian potensi sehubungan dengan optimalisasi penerimaan pajak dari kegiatan pengawasan.
Kemudian untuk menyusun DSP3, setiap awal tahun, kepala KPP dan jajarannya akan menyusun peta kepatuhan atas Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP tersebut. Wajib Pajak dikelompokkan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU)/sektor/subsektor/industri, letak geografis, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan/atau fakta lapangan.
Dari peta kepatuhan tersebut, Kepala KPP akan menentukan KLU/sektor/subsektor/industri atau pelaku usaha yang memiliki indikasi kepatuhan rendah. Tinggi rendahnya kepatuhan ditentukan berdasarkan analisis kontribusi terhadap PDRB, kontribusi terhadap penerimaan perpajakan KPP, maupun fakta lapangan.
Dari KLU/sektor/subsektor/industri yang diindikasikan memiliki kepatuhan rendah, Kepala KPP akan menentukan populasi Wajib pajak yang akan menjadi DSP3. Selanjutnya Wajib Pajak dipilih berdasarkan variabel-variabel berikut ini:
1. Indikasi ketidakpatuhan tinggi (adanya tax gap)
Indikasi ketidakpatuhan memperhatikan indikasi ketidakpatuhan material, yaitu adanya kesenjangan (gap) antara profil perpajakan (profil berdasarkan SPT) dengan profil ekonomi yang sebenarnya. Beberapa indikator ketidakpatuhan yang digunakan antara lain memiliki transaksi afiliasi dalam negeri lebih dai 50%, transaksi afiliasi dengan pihak yang berada di negara dengan tarif pajak efektif yang lebih rendah dari Indonesia, belum dilakukan pemeriksaan (all taxes) dalam tiga tahun, dan hasil analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan.
2. Indikasi modus ketidakpatuhan Wajib Pajak
Identifikasi modus ketidakpatuhan ini bertujuan untuk membantu Pemeriksa Pajak dalam menentukan ruang lingkup dan kedalaman pemeriksaan. Modus ketidakpatuhan ini seperti tidak melaporkan omzet yang sebenarnya, membebankan biaya yang tidak seharusnya, agressive tax planning, dan treaty abuse.
3. Identifikasi nilai potensi pajak
Wajib Pajak yang diprioritaskan menjadi populasi DSP3 adalah Wajib Pajak dengan potensi besar. Kepala KPP akan melakukan identifikasi, yang dihitung dalam rupiah sesuai dengan indikator ketidakpatuhan Wajib Pajak dengan cara mengalikan tarif pajak dengan potensi tax gap.
4. Identifikasi kemampuan Wajib Pajak untuk membayar ketetapan pajak
Perlu diketahui, Kepala KPP juga akan mempertimbangkan kemampuan Wajib Pajak untuk membayar ketetapan pajak (collectability). Identifikasi yang dapat dilakukan di antaranya identifikasi keberlangsungan usaha dan harta yang dimiliki Wajib Pajak berdasarkan SPT, eksistensi usaha Wajib Pajak, dan/atau penanggung pajak diketahui keberadaannya.
5. Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak
Berdasarkan kewenangannya, Direktur Jenderal Pajak juga dapat menetapkan Wajib Pajak yang akan menjadi DSP3. (Azzahra Choirrun Nissa)