PajakOnline | Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki kewenangan untuk melakukan penyegelan terhadap ruangan atau barang milik Wajib Pajak (WP) yang sedang diperiksa.
Tindakan ini dilakukan untuk mengamankan buku, catatan, dokumen, serta benda-benda lain yang dapat memberikan petunjuk mengenai kegiatan usaha WP. Penyegelan bertujuan agar barang-barang tersebut tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan selama proses pemeriksaan berlangsung.
Berdasarkan Pasal 1 angka 33 PMK 15/2025, penyegelan merupakan tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu, termasuk barang bergerak maupun tidak bergerak, media penyimpan data dan akses data yang dikelola secara elektronik, serta benda lain yang digunakan atau diduga digunakan sebagai tempat atau alat penyimpanan dokumen dan data penting terkait perpajakan.
Berikut tiga kondisi yang memungkinkan pemeriksa pajak melakukan penyegelan:
1. Tidak Memberi Akses Tempat Pemeriksaan
Penyegelan dilakukan jika Wajib Pajak atau wakil/kuasanya tidak memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki dan memeriksa tempat, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang dianggap perlu.
Contoh tempat yang dimaksud termasuk:
– Tempat penyimpanan dokumen pembukuan
– Tempat penyimpanan dokumen lain
– Tempat penyimpanan uang
– Tempat penyimpanan barang
2. Menghambat Proses Pemeriksaan
Jika Wajib Pajak atau wakil/kuasanya menolak memberikan bantuan atau akses yang dibutuhkan untuk kelancaran pemeriksaan, maka penyegelan dapat dilakukan.
Contohnya termasuk menolak memberikan akses terhadap data elektronik.
3. Tidak Berada di Tempat
Penyegelan juga dapat dilakukan jika Wajib Pajak yang sedang diperiksa atau wakil/kuasanya tidak berada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan.
Dalam proses penyegelan oleh pemeriksa pajak, tindakan tersebut wajib disaksikan oleh minimal dua orang dewasa di luar tim pemeriksa.
Setiap kegiatan penyegelan juga harus dituangkan dalam berita acara yang dibuat sebanyak dua rangkap.
Salah satu rangkap dari berita acara tersebut diserahkan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarganya yang berada di lokasi pemeriksaan.
Wajib Pajak dilarang membuka segel secara sepihak. Jika segel ditemukan rusak atau hilang, maka pemeriksa wajib membuat berita acara mengenai kerusakan tersebut dan melaporkannya kepada pihak kepolisian.
Segel hanya boleh dibuka dalam tiga kondisi, yaitu:
pertama, jika Wajib Pajak atau wakil/kuasanya memberikan izin kepada pemeriksa untuk mengakses area atau barang yang disegel;
kedua, bila penyegelan dianggap tidak diperlukan lagi; dan
ketiga, apabila ada permintaan dari penyidik dalam rangka proses penyidikan.
Proses pembukaan segel harus disaksikan kembali oleh sedikitnya dua orang dewasa non-pemeriksa dan dituangkan dalam berita acara pembukaan segel.
Berita acara ini wajib ditandatangani oleh pemeriksa pajak dan para saksi sebagai bentuk pertanggungjawaban prosedural.
“Berita acara pembukaan segel dibuat 2 rangkap dan rangkap kedua disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak yang diperiksa,” demikian kutipan Pasal 14 ayat (8) PMK 15/2025.
(Khairunisa Puspita Sari)