PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang merancang pengaturan penerapan tarif efektif rata-rata (TER) untuk menghitung, memungut, dan memotong pajak dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Karyawan atau PPh 21. Keseluruhan formulasi sistem pajak baru ini diberi nama core tax dan direncanakan berlaku pada 1 Januari 2024 mendatang.
“Pada 1 Januari 2024 kita akan meluncurkan sistem administrasi yang baru. Namanya core tax, kira-kira inilah pakem yang kita pakai,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo dalam acara media gathering di Kantor Pusat DJP, belum lama ini.
Suryo menjelaskan, skema pemotongan dan pemungutan PPh 21 yang selama ini dilakukan oleh pemberi kerja terbilang kompleks. Sebab di dalamnya terdapat penerapan tarif pajak progresif sampai ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Penggunaan skema tersebut pada akhirnya melahirkan sekitar 400 skenario pemotongan penghasilan dari pekerjaan, usaha dan kegiatan yang diterima wajib pajak orang pribadi. Hal ini pun dianggap membingungkan dan memberatkan bagi wajib pajak. Sehingga munculah usulan untuk membuat skema atau format perhitungan pajak yang lebih sederhana dengan tarif yang efektif.
“Kami sedang berpikir kira-kira bisa enggak bikin model perhitungan yang lebih sederhana menggunakan tarif yang efektif,” kata Suryo.
Kemudahan skema pemungutan pajak ini sangat penting karena sering berubah untuk menyesuaikan dengan ketentuan PTKP setiap wajib pajak. Misalnya jika wajib pajak memiliki istri atau anak yang artinya jumlah tanggungan menjadi bertambah. “Yang sering berubah kan PTKP, jumlah tanggungan. Ada yang menikah, ada yang punya anak dan ini otomatis PTKP-nya berbeda,” kata Suryo.
DJP menyatakan telah memiliki mekanisme penerapan tarif efektif rata-rata (TER). Pertama, TER x Penghasilan Bruto untuk masa pajak selain masa pajak terakhir.
Kedua, masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, atas jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan atau pensiun, iuran pensiun, dan PTKP.
Ketiga, tarif efektif ini sudah memperhitungkan PTKP bagi setiap jenis status PTKP seperti tidak kawin, kawin, serta kawin dan pasangan bekerja dengan jumlah tanggungan yang telah atau belum dimiliki.
“Jadi simplifikasi pemotongan pemungutannya, karena ada formula berarti penghasilan dikurangi PTKP dikali tarif ketemu jumlah yang dipotong. Caranya seperti apa? teman-teman saya yang di DJP sedang mencoba membuat formulanya,” ungkap Suryo.
Adanya skema baru ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak menghitung pemotongan PPh Pasal 21 tiap Masa Pajak. Kemudian, meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Termasuk memberikan kemudahan dalam membangun sistem administrasi perpajakan yang mampu melakukan validasi atas perhitungan wajib pajak.
“Supaya motong mungut gampang, kesalahan diminimalisasi, dan sampai di penghujung akhir tahun kurang bayar tidak terlalu banyak dan lebih bayar tidak terlalu banyak. Saya kepengen lebih bayar tinggal kita kembalikan,” pungkas Suryo.