PajakOnline.com—Faktur pajak merupakan salah satu dokumen penting dalam transaksi penjualan barang dan jasa yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Namun, tidak semua faktur pajak harus dibuat dengan format dan keterangan yang sama. Bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang bergerak di bidang pedagang eceran, ada ketentuan khusus yang berlaku dalam pembuatan faktur pajak.
Pedagang eceran merupakan PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) kepada pembeli atau penerima dengan karakteristik konsumen akhir, termasuk yang dilakukan melalui perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Sementara itu, konsumen akhir merupakan pembeli atau penerima yang mengonsumsi secara langsung barang atau jasa yang dibeli atau diterima dan tidak memanfaatkannya untuk kegiatan usaha. Seperti, pembeli alat-alat olahraga, pakaian, makanan, minuman, atau jasa perawatan kecantikan.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022, bahwa pedagang eceran tidak ditentukan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU). Setiap KLU dapat dikategorikan sebagai pedagang eceran, sepanjang memenuhi kriteria yang telah disebutkan sebelumnya.
Untuk itu, pedagang eceran yang menjual BKP harus menerbitkan faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan.
Adapun faktur pajak harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain:
1. Mencantumkan nomor seri dan nomor urut yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
2. Mencantumkan identitas dan alamat lengkap penjual dan pembeli BKP.
3. Mencantumkan jenis, jumlah, harga satuan, dan harga jual BKP.
4. Mencantumkan tarif dan jumlah PPN yang terutang.
5. Ditandatangani oleh penjual atau kuasanya.
Untuk memudahkan dan memberikan kemudahan bagi PKP pedagang eceran dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, pemerintah telah memberikan beberapa keringanan dan penyesuaian mengenai ketentuan faktur pajak bagi PKP pedagang eceran.
Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merupakan omnibus law yang mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengukuhan, Pembatalan Pengukuhan, dan Tata Cara Pencabutan Pendaftaran sebagai Pengusaha Kena Pajak, Penunjukan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang Dapat Menerbitkan Faktur Pajak Elektronik, dan Tata Cara Penerbitan Faktur Pajak.
Berdasarkan peraturan tersebut, PKP pedagang eceran diberi keringanan untuk membuat faktur pajak dengan cara yang lebih sederhana dan fleksibel, yaitu:
1. Tidak perlu mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli atau penerima serta nama dan tanda tangan penjual pada faktur pajak. Bertujuan untuk mempercepat proses transaksi penjualan BKP yang biasanya dilakukan secara massal dan cepat oleh PKP pedagang eceran. Maka dari itu, faktur ini disebut faktur pajak digunggung.
2. Dapat menggunakan berbagai jenis dokumen sebagai faktur pajak, seperti bon kontan, faktur penjualan, bon cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis. Namun, dokumen tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti mencantumkan kode dan nomor seri faktur pajak, tanggal penerbitan faktur pajak, jumlah dan jenis BKP yang dijual, harga jual BKP, tarif dan jumlah PPN yang terutang, serta kode PKP pedagang eceran.
3. Dapat membuat faktur pajak dalam bentuk elektronik yang disimpan dalam media elektronik atau sistem komputer. Namun, faktur pajak elektronik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti dapat dibaca oleh alat bantu elektronik atau sistem komputer, dapat dicetak atau ditampilkan dalam bentuk kertas atau layar monitor, serta memiliki fitur keamanan untuk mencegah perubahan data.
4. Dapat menentukan sendiri kode dan nomor seri faktur pajak sesuai dengan kelayakan usaha PKP pedagang eceran. Kode dan nomor seri faktur pajak harus bersifat unik dan berurutan serta tidak boleh sama dengan kode dan nomor seri faktur pajak lainnya.
Bagi PKP pedagang eceran, ketentuan ini dapat menghemat biaya, waktu, dan tenaga dalam membuat faktur pajak, serta mengurangi risiko kesalahan atau kehilangan faktur pajak. Sedangkan bagi konsumen akhir atau penerima barang dan jasa, ketentuan ini dapat mempermudah proses pembelian atau penerimaan barang dan jasa, serta memberikan kepastian hukum dan perlindungan konsumen.
Dengan demikian, ketentuan faktur pajak pedagang eceran dapat meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan bagi kedua belah pihak. Sementara itu, pedagang eceran yang tidak menerbitkan faktur pajak dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari jumlah PPN yang terutang.
Selain itu, pedagang eceran juga dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4 miliar jika terbukti melakukan tindak pidana perpajakan.(Kelly Pabelasary)