PajakOnline.com—Hybrid mengacu pada apa pun yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang berbeda. Dalam konteks ini “hybrid arrangement” dari frasa “hybrid mismatch arrangement” mengacu pada dua negara yang tidak sepakat atas klasifikasi atau karakterisasi suatu aturan untuk tujuan perpajakan.
Menurut IBFD International Tax Glossary (2015) terdapat definisi hybrid transaction. Adapun hybrid transaction merupakan suatu transaksi yang dikualifikasikan berbeda untuk tujuan perpajakan di dua negara.
Selanjutnya, pengertian mismatch merujuk pada perbedaan pandangan dari dua negara terhadap suatu aturan yang menimbulkan hasil yang inkonsisten apabila dilihat secara keseluruhan (Harris, 2015). Kemudian, arrangement adalah suatu kontrak, kesepakatan, kesepahaman, rencana, atau skema, baik yang dapat dilaksanakan maupun tidak, termasuk semua langkah dan transaksi yang terkait dengan arrangement tersebut (OECD, 2015).
Maka dari itu, hybrid arrangement mengacu pada situasi dua negara yang memiliki posisi berbeda dan tidak konsisten sehubungan dengan perlakuan pajak dalam suatu aturan. Untuk itu, OECD memberikan gambaran bahwa hybrid mismatch arrangement memiliki satu atau beberapa elemen dasar, sebagai berikut:
– Pertama, hybrid entities yaitu entitas yang untuk tujuan perpajakan diperlakukan sebagai entitas transparan di satu negara dan non-transparan di negara lainnya.
– Kedua, hybrid instrument yaitu instrumen untuk tujuan perpajakan diperlakukan secara berbeda di negara-negara yang terlibat dalam transaksi tersebut. Biasanya di satu negara dianggap sebagai utang dan di negara lainnya dianggap sebagai penyertaan modal.
– Ketiga, hybrid transfer yaitu suatu aturan untuk tujuan perpajakan diperlakukan sebagai pengalihan kepemilikan atas suatu aset di suatu negara, tetapi tidak bagi negara yang lain. Pada umumnya, negara lain menganggap sebagai penjaminan utang.
– Keempat, dual resident entities yaitu entitas yang menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) untuk tujuan perpajakan di dua negara yang berbeda.
Dengan begitu, hybrid mismatch arrangements merupakan suatu transaksi atau aturan yang dikategorikan berbeda untuk tujuan perpajakan oleh dua negara atau lebih yang didasarkan pada ketentuan domestik di masing-masing negara tersebut.
Perbedaan ketentuan domestik tersebut menimbulkan hasil inkonsisten yang berdampak pada posisi kewajiban fiskal yang sangat rendah atau tidak dikenakan pajak sama sekali di negara manapun bagi wajib pajak (Tambunan, 2016).
Timbulnya Hybrid mismatch arrangements diakibatkan ketidakpaduan pengaturan perlakuan perpajakan antara satu negara dengan negara lainnya. Ketidakpaduan tersebut memungkinkan adanya mismatch berupa inkonsistensi pandangan pajak dari dua negara yang berbeda atas suatu karakteristik instrumen atau entitas yang sama.
Oleh karena itu, inkonsistensi tersebut dapat berdampak pada pengenaan pajak berganda (double taxation) atau tidak dikenakan pajak di negara manapun (double nontaxation). Perbedaan ketentuan pajak antarnegara inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para penghindar pajak.
Hal ini berarti hybrid mismatch arrangements digunakan dalam perencanaan pajak agresif untuk mengeksploitasi perbedaan dalam perlakuan pajak suatu entitas atau instrumen berdasarkan undang-undang dari dua atau lebih yurisdiksi pajak untuk mencapai double nontaxation, termasuk penangguhan perpajakan jangka panjang (OECD, 2015).
Adapun keuntungan pajak yang diperoleh dari skema hybrid mismatch arrangements dapat diperoleh pada tiga kondisi. Di antaranya:
– Adanya skema pengurangan berganda (double deduction scheme), yaitu suatu aturan di mana pengurangan penghasilan (pengakuan biaya) untuk tujuan perpajakan dilakukan di dua negara yang berbeda.
– Skema pengakuan pengurangan dan noninklusi (deduction/no inclusion schemes), yaitu pada saat ketentuan pajak di suatu negara menyebabkan adanya pengakuan biaya di satu negara, biasanya dianggap sebagai biaya bunga, tetapi tidak dianggap penghasilan di negara lain.
– Pengumpul kredit pajak luar negeri (foreign tax credit generators), yaitu situasi apabila berdasarkan ketentuan di satu negara suatu entitas berhak mendapatkan kredit pajak luar negeri yang seharusnya tidak diterima, tanpa adanya kesesuaian dengan penghasilan yang diterima negara lain.(Kelly Pabelasary)