PajakOnline | Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah merilis data mengenai transaksi keuangan yang terindikasi tindak pidana. Total transaksi yang berkaitan dengan tindak pidana mencapai Rp1.459 triliun pada tahun 2024 lalu.
Jumlah tersebut setara dengan 6,5% dari produk domestik bruto atau PDB Indonesia berdasarkan harga berlaku sebesar Rp22.139 triliun. Adapun, transaksi kejahatan paling besar selama tahun lalu berasal dari tindak pidana korupsi.
Jumlahnya mencapai Rp984 triliun atau sekitar 4,4% dari PDB. Peringkat kedua perpajakan yang tercatat sebesar Rp301 triliun atau 15,57% dari total penerimaan pajak tahun 2024 lalu yang tercatat sebesar Rp1.932,4 triliun.
Jika transaksi kejahatan korupsi dan perpajakan digabungkan, maka akan diperoleh angka sebesar Rp1.760 triliun. Artinya, setiap tahun, transaksi yang terkait dengan kekayaan korupsi dan pajak mencapai 7,9% dari PDB.
Tindak kejaahatan lain yang transaksinya juga cukup besar adalah perjudian yang tercatat senilai Rp68 triliun dan narkotika sebesar Rp9,75 triliun.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan, dari hasil National Risk Assesment (NRA) TPPU didapatkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana terbesar dalam TPPU. “Negara harus memberikan fokus utama dalam memberantas tindak pidana tersebut,” katanya.
Sementara Itu, Ketua Tax Payer Community Abdul Koni mengatakan, para pembayar pajak perlu bersama-sama mengawasi penggunaan anggaran negara yang bersumber dari uang pajak yang kita bayarkan.
“Pengawasan bersama ini merupakan perwujudan kepedulian dan partisipasi publik dalam pemerataan pembangunan dan bantuan sosial. Agar uang pajak kita dapat digunakan secara efektif, efisien, dan terhindar dari pemborosan dan terjadinya korupsi,” pungkas Koni.