PajakOnline.com—Kenaikan tarif PPN diproyeksikan menambah penerimaan negara dari sektor pajak kurang lebih mencapai Rp44,4 triliun. Rinciannya, kenaikan tarif PPN secara umum dari 10% ke 11% menghasilkan tambahan penerimaan senilai Rp40,7 triliun. Dan tambahan penerimaan PPN dari berlakunya beberapa tarif khusus mencapai Rp3,7 triliun.
“Ini untuk 9 bulan ke depan karena kita mulai April, ada tambahan penerimaan senilai Rp44,4 triliun,” kata Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama dalam webinar STAN, Kamis (9/6/2022).
Selain meningkatkan penerimaan pajak, kenaikan PPN berpotensi inflasi. Kemenkeu memperkirakan dampak kenaikan tarif terhadap inflasi adalah sebesar 0,4%. Yoga mengatakan dampak terhadap inflasi tergolong minim karena masih banyaknya barang dan jasa yang dibebaskan atau tidak dipungut PPN. “Tidak semua barang kena PPN, terlalu banyak yang memang tidak kena PPN,” ujar Yoga.
Inflasi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir lebih didorong oleh kenaikan harga komoditas akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) turut merevisi daftar barang dan jasa yang dikecualikan dari PPN pada Pasal 4A UU PPN.
Melalui UU HPP, barang dan jasa yang sebelumnya tercantum dalam Pasal 4A seperti kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, hingga emas batangan resmi menjadi barang kena pajak/jasa kena pajak (BKP/JKP).
Walau demikian, BKP/JKP tersebut tetap mendapatkan fasilitas dibebaskan atau tidak dipungut PPN sesuai dengan Pasal 16B UU PPN. Fasilitas atas BKP/JKP yang tercantum pada Pasal 16B akan diperinci melalui peraturan pemerintah (PP).