PajakOnline.com—PTN-BH adalah perguruan tinggi yang didirikan pemerintah dengan status sebagai badan hukum publik yang otonom. Saat ini, telah terdapat 15 perguruan tinggi berstatus PTN-BH di Indonesia, yakni ITB, ITS, IPB, UGM, UI, Unpad, Unair, Undip, USU, UNS, Unhas, UPI, Unand, UB, dan UM.
Berdasarkan SE-34/PJ/2017 bahwa PTN BH merupakan subjek pajak dalam negeri karena tidak memenuhi kriteria unit tertentu dari badan pemerintah yang dikecualikan dari subjek pajak dalam negeri, yang diatur dalam pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh.
Sementara itu, PTN BH dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri yang didalamnya satu kesatuan mencakup fakultas, jurusan, departemen, dan bagian lain yang merupakan bagian dari PTN BH sebagai badan hukum. Jika ada badan hukum terpisah dibawah PTN BH, maka status subjek pajaknya terpisah juga.
Untuk itu, perlakuan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh PTN-BH. Pertama, penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak, yakni atas harta hibah, bantuan, dan sumbangan sesuai dengan pasal 4 ayat (3) UU PPh.
Jika mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 245/PMK.03/2008, yang menyebutkan bahwa harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang dikecualikan yaitu yang diterima oleh beberapa pihak, salah satunya badan pendidikan. Adapun badan pendidikan yang dikecualikan ialah badan pendidikan yang kegiatannya semata – mata menyelenggarakan pendidikan dan bersifat non-profit.
Kedua, penghasilan yang menjadi objek pajak penghasilan yakni bantuan pendanaan PTN-BH dan sisa lebih. Tertuang dalam SE-34/PJ/2017, bantuan pendanaan PTN-BH yang bersumber dari APBN dan yang bersumber dari selain APBN yang diterima PTN-BH merupakan objek Pajak Penghasilan. Bantuan pendanaan ini diberikan kepada PTN-BH untuk penyelenggaraan dan pengelolaan Pendidikan Tinggi.
Adapun pendanaan PTN-BH yang bersumber dari selain APBN dapat bersumber dari masyarakat, biaya pendidikan, pengelolaan dana abadi, usaha PTN-BH, kerja sama tridharma Perguruan Tinggi, pengelolaan kekayaan PTN-BH, dana APBD, atau pinjaman yang digunakan untuk operasional PTN-BH tersebut. Kemudian, untuk sisa lebih yang menjadi objek pajak penghasilan bagi PTN-BH yaitu selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek pajak penghasilan dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari – hari badan.
Ketentuan ini diatur dalam PMK nomor 80/PMK.03/2009, biaya operasional sehari – hari ini adalah biaya yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk 3M (mendapatkan, menagih, dan memelihara) penghasilan yang menjadi objek pajak penghasilan.
Namun, sisa lebih ini dapat dikecualikan dari objek pajak penghasilan apabila dalam jangka waktu maksimal 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaaan sarana prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan, yang meliputi:
– Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengembangan;
– Pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium, dan perpustakaan;
– Pembelian atau pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas, guru, dosen, atau karyawan, dan sarana prasarana olahraga.
Penanaman kembali ini juga harus diberitahukan ke KPP secara berkala bersamaan dengan pelaporan SPT Tahunan. Apabila tidak dilakukan, maka pada tahun kelima sisa lebih tersebut harus diakui sebagai objek pajak penghasilan dan dikenai sanksi pula sesuai ketentuan yang berlaku.
Terkait dengan aspek perpajakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PTN-BH memiliki potensi untuk dapat dibebankan kewajiban PPN. Bagi PTN-BH wajib dikukuhkan sebagai PKP apabila ia melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dalam kegiatan usahanya.
Secara umum, jasa pendidikan dikecualikan sebagai objek PPN sesuai dengan PMK nomor 223/PMK/011/2014, namun apabila penyerahan jasa pendidikan tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan penyerahan barang atau jasa lainnya yang merupakan objek PPN, maka PTN-BH memiliki kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atasnya.
Adapun jumlah PPN yang terutang dihitung sesuai proporsi jasa yang termasuk objek PPN dibagi dengan keseluruhan penyerahan.(Kelly Pabelasary)