PajakOnline.com—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kerugian negara akibat korupsi bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos) mencapai Rp127,5 miliar. KPK telah menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus korupsi penyaluran bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2020 sampai 2021 di Kemensos tersebut.
Keenam tersangka diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp127,5 miliar. “Akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp127,5 Miliar,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2023).
Keenam tersangka tersebut yakni mantan Direktur Utama (Dirut) PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Logistics sekaligus eks Dirut PT Transjakarta, M Kuncoro Wibowo (MKW) dan Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren (IW). Kemudian Direktur Komersial PT BGR, Budi Susanto (BS); Vice President (VP) Operation PT BGR, April Churniawan (AC); Ketua Tim Penasihat PT PTP, Roni Ramdani (RR); dan GM PT PTP, Richard Cahyanto (RC).
KPK menyebut Ivo Wongkaren, Roni Ramdhani, dan Richard Cahyanto diduga mendapat keuntungan Rp18,8 miliar dari hasil korupsi tersebut. “Secara pribadi yang dinikmati IW, RR, dan RC sejumlah sekitar Rp18,8 miliar dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik,” ucap Alex.
Sementara itu, KPK belum membeberkan uang yang dinikmati tiga tersangka lainnya yakni Kuncoro Wibowo; Budi Susanto, dan April Churniawan. Kasus ini bermula ketika Kemensos memilih PT BGR yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang jasa logistik sebagai distributor bantuan sosial beras (BSB) untuk menyalurkan bansos kepada keluarga penerima manfaat dalam rangka penanganan dampak Covid-19 dengan nilai kontrak Rp326 miliar.
Kemudian, Kuncoro Wibowo mewakili PT BGR Persero menandatangani perjanjian kontrak tersebut. Agar realisasi distribusi bantuan sosial tersebut dapat segera dilakukan, April Churniawan atas sepengetahuan Kuncoro Wibowo dan Budi secara sepihak menunjuk PT PTP milik Richard Cahyanto.
Penunjukan tersebut tanpa didahului dengan proses seleksi untuk menggantikan PT DIB Persero yang belum memiliki dokumen legalitas jelas terkait pendirian perusahaannya. “Settingan sedemikian rupa tersebut diketahui MKW, BS, AC, IW, RR, dan RC,” ucap Alex.
Selain itu, Ivo Wongkaren dan Roni Ramdhani juga ditunjuk menjad penasehat PT PTP agar dapat menyakinkan PT BGR mengenai kemampuan dari PT PTP. Dalam penyusunan kontrak, konsultan pendamping antara PT BGR dengan PT PTP tidak melakukan kajian dan perhitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh Kuncoro Wibowo.
“Ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakati untuk dibuat mundur (backdate),” ujarnya. Atas ide Ivo Wongkaren, Roni Ramdani, dan Richard Cahyanto, PT PTP membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi bantuan sosial berupa beras.
“Pada periode September sampai Desember 2020, RR menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT BGR dan telah dibayarkan sejumlah sekitar Rp151 miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PTP,” kata Alex.
KPK menduga terdapat rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT PTP dengan kembali mencantumkan backdate. Pada periode Oktober 2020 sampai Januari 2021, terdapat penarikan uang sebesar Rp125 miliar dari rekening PT PTP yang penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bansos.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.