PajakOnline.com—Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah menggeser ekonomi Indonesia ke arah ekonomi digital yang berdampak besar terhadap sistem perpajakan Indonesia.
Untuk itu, sistem pemungutan pajak tidak boleh tertinggal dari perkembangan ekonomi digital agar pajak dapat dipungut dengan adil dan penuh tanggung jawab. Maka, diperlukan modernisasi dalam sistem pemungutan dan fokus baru yang harus dilakukan pemerintah dalam menangkap potensi besar pajak di era ekonomi digital ini.
Adapun model transaksi berbasis e-commerce dibagi menjadi empat macam, yakni:
– Pertama, Online marketplace yang merupakan kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa toko internet di mal internet sebagai tempat online marketplace merchant menjual suatu barang atau jasa.
– Kedua, Classified Ads yakni kegiatan menyediakan tempat dan waktu untuk memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan atau jasa bagi Pengiklan untuk memasang iklan yang ditujukan kepada pengguna iklan melalui situs yang disediakan oleh penyelenggara classified ads.
– Ketiga, daily deals merupakan kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa situs daily deals sebagai tempat daily deals merchant menjual barang dan/atau jasa kepada pembeli dengan menggunakan voucher sebagai sarana pembayaran.
– Keempat, online retail adalah kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh Penyelenggara online retail kepada pembeli di situs online retail.
Sementara itu, kebijakan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menyasar pengenaan pajak atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar negeri diamanatkan dalam pasal 3A ayat 3 UU PPN yang berbunyi “Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau Jasa Kena Pajak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.”
Dalam PMK 40/PMK.03.2010 tentang tata cara penghitungan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak pertambahan nilai atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean.
Berikut langkah-langkah penting yang sebenarnya diambil pemerintah, yakni:
– Pertama, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) untuk memperoleh data terkait pihak-pihak mana saja yang melakukan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar negeri.
– Kedua, perlu adanya permintaan data dan informasi perpajakan oleh DJP melalui Kemenkeu kepada Bank Indonesia (BI) untuk mengetahui besaran transaksi dari data pihak-pihak yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP yang sebelumnya telah didapatkan dari Menkominfo.
– Ketiga, membuat sistem internal untuk mengolah data yang diperoleh dari Menkominfo dan BI agar bisa diketahui pajak terutang dari masing-masing pemanfaat BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP.
– Keempat, perlu adanya suatu beleid khusu melalui Peraturan Mentri Keuangan (PMK) yang dapat diterbitkan sebagai alarm atau pengingat bagi semua masyarakat yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar negeri untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dalam satu paket yang mengatur, baik itu PPN maupun pengenaan PPh Pasal 26 (tax treaty), sebab peraturan yang ada saat ini mengatur pengenaan atas 2 jenis pajak tersebut secara terpisah.
– Kelima, untuk memasukkan potensi besar pajak atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP yang telah diketahui DJP melalui langkah-langkah di atas, maka DJP perlu menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) melalui Pelaksana Seksi Eksistensifikasi dan Penyuluhan bagi wajib pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan melalui Account Representative bila wajib pajak telah memiliki NPWP sesuai dengan SE-39/PJ/2015 tentang Pengawasan wajib pajak dalam Bentuk Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan dan Kunjungan kepada Wajib Pajak.(Kelly Pabelasary)