PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan faktur pajak fiktif atau tidak berdasarkan transaksi sebenarnya masih menjadi modus operandi kasus tindak pidana perpajakan yang terbanyak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengungkapkan DJP terus melakukan berbagai upaya untuk menekan modus operandi yang dilakukan wajib pajak mengemplang pajak.
“DJP terus memperbaiki proses bisnis penegakan hukum melalui reformasi
perpajakan,” kata Neil.
Neil mengatakan modus operandi tidak membayar pajak akan menimbulkan kerugian terhadap penerimaan negara. Untuk itu, langkah reformasi perlu dilakukan agar celah penghindaran pajak dapat ditekan.
Langkah reformasi yang telah dilaksanakan DJP di antaranya seperti digitalisasi penomoran faktur pajak (e-Nofa). Aplikasi e-nofa merupakan situs web yang digunakan untuk mengajukan permohonan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) secara online.
DJP meluncurkan situs web e-nofa untuk memudahkan PKP meminta NSFP yang sebelumnya dilakukan secara manual. Selain itu, e-nofa juga mendukung penerapan e-faktur yang memudahkan pengawasan sekaligus mencegah munculnya faktur pajak fiktif.
DJP juga melakukan penguatan asas ultimum remedium berupa perubahan pasal 44B UU KUP yang menaikkan sanksi faktur pajak fiktif untuk menimbulkan efek gentar. Semula, sanksi atas pelanggaran tersebut sebesar 3 kali pajak yang kurang dibayar. Kini, naik menjadi 4 kali pajak kurang dibayar.
Selain itu, DJP terus memperkuat sinergi dengan aparat penegak hukum dan lembaga peradilan untuk melakukan pelatihan bersama dan kegiatan sinergis lainnya.
“Tidak hanya itu, DJP juga melakukan publikasi kegiatan penegakan hukum untuk menimbulkan efek jera kepada masyarakat,” kata Neil.