PajakOnline.com—Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak menyatakan penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) alias nomor KTP untuk transaksi perpajakan berlaku efektif mulai 1 Januari 2024 mendatang.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, langkah ini menyusul integrasi data yang tengah dilakukan pemerintah antara NIK dan Nomor Pokok WajibPajak (NPWP). Hingga saat ini tercatat Kemenkeu tengah melakukan integrasi 19 juta data dari target sekitar 42 juta NIK.
Aturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.
“Harapannya bisa diterapkan di Januari 2024, yang kita bangun adalah core, pelayanan, penyuluhan, support system-nya, database manajemen sesuai data yang kami petakan,” kata Suryo dalam Media Briefing di Direktorat Jenderal Pajak belum lama ini.
Berkaitan jumlah NIK yang sekaligus digunakan sebagai NPWP, Suryo menargetkan setidaknya ada 42 juta NIK/KTP. Saat ini, pemadanan data masih terus dilakukan oleh Kemenkeu bersama Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
“Kami terus koordinasi untuk lakukan pemadanan. Kami lakukan sampai implementasi coretax yang Insya Allah dilaksanakan Januari 2024,” katanya.
Suryo menanggapi anggapan masyarakat mengenai implementasi sistem baru ini. Dia mengakui banyak masyarakat yang menganggap seluruh pemegang NIK harus membayar pajak.
Padahal, menurut aturan yang berlaku, pajak dibebankan pada golongan dengan pendapatan tertentu dan yang telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif sebagai wajib pajak. Misalnya, bagi orang pribadi yang memiliki penghasilan tetap, dengan pendapatan Rp60 juta per tahun dapat dikenakan pajak penghasilan.
Ini jadi salah satu pelebaran, dari aturan sebelumnya yang mengatur besaran pendapatan yang kena pajak adalah Rp50 juta per tahun. Sementara, untuk penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak diwajibkan untuk menyetorkan pajak atas pendapatannya. “Jadi bukan berarti NIK sebagai NPWP memaksa orang di bawah PTKP harus membayar pajak,” tegas Dirjen Pajak Suryo Utomo.