PajakOnline.com—Pemanfaatan air tanah ternyata dikenakan pajak. Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan atau penggunaan air tanah. Pajak ini termasuk dalam kategori pajak daerah. Sesuai Pasal 1 angka 33 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), air tanah merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
Pajak air tanah berbeda dengan pajak air permukaan. Perbedaanya terletak pada definisi, objek, subjek, dan Wajib Pajak. Selain itu, pihak yang memiliki kewenangan untuk memungut kedua jenis pajak ini juga berbeda.
Mengacu Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD, pajak air tanah menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan pajak air permukaan kewenangannya melekat pada pemerintah provinsi.
Dulunya pajak air tanah dinamakan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP). Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Namun, sejak diundangkannya UU PDRD, kemudian PPPABTAP dipecah menjadi dua jenis pajak, yaitu pajak air tanah dan pajak air permukaan.
Pengenaan pajak air tanah tidak mutlak dilakukan setiap daerah. Sebab, pengenaan pajak daerah tergantung pada kebijakan pemerintah daerah setempat.
Pajak air tanah menyasar pengambilan atau pemanfaatan air tanah. Pemanfaatan atau pengambilan tersebut dapat dilakukan oleh orang pribadi atau badan untuk berbagai macam keperluan.
Untuk diketahui, umumnya pemanfaatan atau pengambilan air untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian, dan perikanan rakyat dikecualikan dari objek pajak.
Pemerintah daerah juga dapat mengatur pengecualian lainnya. Antara lain, pengambilan/pemanfaatan air tanah untuk pemadam kebakaran, penelitian, dan sebagainya.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) pajak air tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah (NPAT). NPAT ini dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor yang ditetapkan.
Faktor-faktor yang menjadi dasar untuk menghitung NPAT antara lain jenis dan lokasi sumber air, tujuan pengambilan atau pemanfaatan, volume air, kualitas air, dan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan atau pemanfaatan.
UU PDRD mengatur tarif paling tinggi pajak air tanah adalah sebesar 20 persen. Tarif ini akan ditentukan lebih detail oleh masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan potensi pajak yang mereka dimiliki. Namun, dalam menentukan tarif, pemerintah daerah kabupaten/kota tidak boleh melebihi batas maksimum tarif yang telah ditentukan dalam UU PDRD, yakni 20 persen.