PajakOnline.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupaya memperluas basis perpajakan dengan pengawasan berbasis kewilayahan dengan memperkuat unit vertikal Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Penguatan basis perpajakan dilakukan di antaranya dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Peran unit vertikal, termasuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dan Madya menjadi ujung tombak penerimaan pajak.
Ekstensifikasi pajak merupakan penambahan jumlah pajak baru. Seperti halnya pemerintah yang saat ini berupaya melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sehingga dapat menambah wajib pajak baru.
Sedangkan intensifikasi melalui optimalisasi pajak bagi wajib pajak yang tidak bayar pajak agar dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat. Tercatat tingkat kepatuhan pajak per 2023 masih belum mencapai 100%.
“Peningkatan kepatuhan wajib pajak melalui penerapan pengawasan potensi perpajakan berbasis kewilayahan, dengan mengimplementasikan reformasi administrasi dan memperkuat kantor-kantor pajak, terutama pada level madya dan pratama terus dilakukan,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, dikutip hari ini.
Dalam Rencana Strategis DJP 2020-2024, peran KPP Pratama saat ini difokuskan untuk melakukan pengawasan kepatuhan wajib pajak secara kewilayahan. Dengan reorganisasi instansi vertikal, KPP Wajib Pajak Besar, KPP Khusus, dan KPP Madya yang mengambil peran besar dalam penerimaan.
Konsekuensi dari peran KPP Pratama yang berfokus untuk menjalankan pengawasan berbasis kewilayahan yakni tidak ada lagi seksi ekstensifikasi dan penyuluhan pada KPP Pratama. Tugas untuk melakukan ekstensifikasi dilakukan seksi pengawasan II— VI pada setiap KPP Pratama.
Pada 2025 dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, rasio perpajakan atau tax ratio ditargetkan sebesar 10,09% hingga 10,29% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengungkapkan DJP dapat membuka ruang untuk kembali melaksanakan reorganisasi instansi vertikal sesuai kebutuhan organisasi. Di antaranya mempertimbangkan upaya menjangkau wajib pajak, memberikan pelayanan kepada wajib pajak, serta upaya mengoptimalkan penerimaan negara. DJP pun telah beberapa kali melaksanakan reorganisasi instansi vertikal.
Reorganisasi terakhir kali dilakukan dengan menambah jumlah kantor pelayanan pajak (KPP) madya melalui sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184 Tahun 2020. Sekarang, DJP memiliki 352 KPP yang terdiri atas 4 KPP Wajib Pajak Besar, 9 KPP Khusus, 38 KPP Madya, dan 301 KPP Pratama.