PajakOnlineĀ | Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi penerimaan pajak hingga Desember 2024 mengalami shortfall atau lebih rendah dari target APBN 2024. Realisasi penerimaan pajak hingga Desember 2024 hanya mencapai Rp1.932,4 triliun atau 97,2% dari target dalam APBN 2024 yang mencapai 1.988,9 triliun.
“Penerimaan negara masih tetap di Rp2.802 triliun tapi penerimaan pajak kita terkoreksi ke bawah Rp 1.932,4 triliun di bawah target APBN awal yang Rp 1.988 triliun,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi Januari 2025. Dengan demikian, terdapat kekurangan setoran pajak hingga Rp56,5 triliun dari target dalam UU APBN 2024. Ini adalah shortfall pertama dalam 4 tahun APBN.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) III Anggito Abimanyu turut menjelaskan, penerimaan pajak tak mencapai target disebabkan kondisi penerimaan pada kuartal I dan II 2024 yang menurun bila dibandingkan periode sama tahun lalu.
Pada kuartal I 2024 penerimaan pajak hanya mencapai Rp393,9 triliun atau lebih rendah 8,8% dari kuartal I 2023. Kemudian, pada kuartal II realisasinya mencapai Rp499,9 triliun atau lebih rendah 7,2% dari kuartal I 2023.
āPenerimaan pajak pada kuartal I dan II 2024 itu masih lebih rendah dari 2023. Namun pada kuartal III dan IV 2024 mulai meningkat. Ini sejalan dengan perkembangan ekonomi global dan moderasi harga,ā kata Anggito dalam konferensi pers APBN Kita Edisi Januari 2025, Senin (6/1/2025).
Dalam paparannya, kondisi penerimaan pajak pada kuartal I 2024 yang menurun disebabkan, oleh kondisi penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) badan yang menurun signifikan terutama pada sektor pertambangan batu bara yang profitabilitas 2023 tertekan akibat moderasi harga komoditas.
Pada kuartal II 2024, terjadi penurunan penerimaan pajak terutama disebabkan masih menurunnya penerimaan dari PPh badan tahunan pada sektor pertambangan batu bara, dan industri pengolahan kelapa sawit yang profitabilitas tahun 2023 terdampak moderasi harga komoditas.
Meski begitu, pada kuartal III 2024 penerimaan pajak mulai berbalik positif mencapai Rp461 triliun atau meningkat 10,4% yoy. Ini disebabkan adanya pertumbuhan yang baik pada pajak-pajak yang bersifat transaksional seperti PPh dalam negeri, PPh 22 impor, dan PPN impor, terutama pada perdagangan dan industri pengolahan sejalan dengan aktivitas ekonomi yang mulai baik.
Di samping itu, kontraksi penerimaan dari PPh badan mulai mengecil didorong oleh pertumbuhan di sektor pertambangan tembaga yang mengalami peningkatan kinerja perusahaan.
Selanjutnya, pada kuartal IV mencapai Rp577,6 triliun atau tumbuh 20,3% yoy. Penerimaan ini tumbuh didorong oleh PPN DN yang bersumber dari pertumbuhan sektor perdagangan dan industri pengolahan.
Dengan penerimaan PPh badan yang telah berada pada zona positif didorong oleh membaiknya kinerja sektor pertambangan, dan adanya peningkatan aktivitas ekonomi pada sektor industri pengolahan dan sektor keuangan serta asuransi.
Adapun bila dilihat secara keseluruhan, penerimaan pajak ini terdiri dari PPh non migas hingga Desember 2024 realisasinya mencapai Rp997,6 triliun. Realisasi ini meningkat 0,5% yoy dan memiliki share terhadap total penerimaan pajak 51,6%.
PPh non migas ini tumbuh positif terutama ditopang oleh penerimaan dari PPh pasal 21 yang realisasinya mencapai Rp243,8 triliun atau tumbuh 21,1% yoy. PPh pasal 21 ini tumbuh sejak kuartal I khususnya untuk sektor keuangan.
Sedangkan penerimaan dari PPh badan hanya mencapai Rp335,8 triliun atau terkontraksi 18,1% yoy. PPh badan terkontraksi karena penurunan profitabilitas perusahaan pada 2023 akibat dampak moderasi harga komoditas terutama pada sektor pertambangan.
āPPh badan ini masih mengalami kontraksi dari 2023. Kondisi makro nasional dan global sangat berpengaruh pada penerimaan pajak,ā ungkapnya.
Selanjutnya, penerimaan dari PPh migas hanya mencapai Rp 65,1 triliun atau terkontraksi 5,3% yoy. Kemudian, penerimaan dari PPN/PPnBM mencapai Rp 828,5 triliun atau tumbuh 8,6% yoy.
Anggito menjelaskan, penerimaan PPN/PPnBM sempat mengalami kontraksi pada kuartal I dan II, namun berbalik positif pada kuartal III dan IV.