PajakOnlineĀ | Kilang Pertamina Internasional (KPI) secara resmi mulai memproduksi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40 sejak Selasa (14/1/2025).
Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Aditiyawarman menyampaikan, Pertamina menyiapkan dua kilang untuk produksi B40. Adapun dua kilang yang disiapkan adalah Refinery Unit III Plaju di Palembang dan Refinery Unit VII Kasim di Papua.
Dia merinci, produksi B40 dari Kilang Plaju ditargetkan sebesar 119.240 KL per bulan sementara untuk Kilang Kasim sebanyak 15.898 KL per bulan. Taufik pun menyebut saat ini KPI melaksanakan penyaluran perdana B40 produksi dari Kilang Plaju sebanyak 5.000 KL dan Kilang Kasim sebanyak 4.600 KL.
Dia pun mengatakan kesiapan kilang dalam memproduksi B40 sebagai bentuk komitmen KPI untuk penyediaan energi yang lebih baik dari aspek lingkungan, aspek ekonomi, aspek sosial dan juga aspek keberlanjutan.
āProduksi Biosolar B40 ini tentunya juga akan menjadi kontribusi KPI dalam pencapaian Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat, mendukung Sustainable Development Goals dalam menjamin akses energi yang terjangkau serta pada penerapan ESG,ā kata Taufik dalam keterangannya, dikutip hari ini.
Penerapan B40 sebenarnya harus dimulai pada 1 Januari 2025. Implementasi program mandatori B40 ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebesar 40 Persen.
Sementara itu, Ketua Pandu Tani Indonesia (Patani) Sarjan Tahir mengapresiasi KPI yang mulai memproduksi BBM jenis solar atau biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40. “Ini langkah konkret Indonesia dalam melaksanakan komitmen terhadap Green Energy,” kata Sarjan.
Menurut Sarjan, penerapan ekonomi hijau di Indonesia dapat menarik investasi internasional. āTak hanya memproduksi BBM Biodiesel B40, juga membangun ekosistem kendaraaan listrik Indonesia dan pemberlakuan pajak karbon,ā kata Sarjan Tahir yang juga anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran kepada PajakOnline, hari ini.
Sarjan Tahir mengatakan, Indonesia sudah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon untuk mencegah pemburukan perubahan iklim yang memberikan dampak buruk bagi seluruh dunia.
Soal Pajak Karbon
Salah satu langkah strategis, terang Sarjan, adalah memberlakukan Pajak Karbon daripada menaikkan pajak konsumsi atau PPN menjadi 12% yang dinilai memberatkan rakyat.
Sarjan menyebutkan, Pajak Karbon signifikan berpotensi menambah penerimaan negara mencapai ratusan triliunan rupiah.
āLebih baik menerapkan pajak karbon untuk hidup yang lebih berkualitas karena kita turut menjaga ekosistem kelestarian alam dan lingkungan hidup,ā kata Sarjan.
Sarjan mendorong pemerintah segera menerapkan Pajak Karbon untuk menambah penerimaan negara dan penguatan konstruksi ekonomi hijau, ramah lingkungan demi masa depan generasi yang lebih baik.
Menurut Sarjan, Indonesia telah memperkenalkan implementasi pajak karbon
sebagai salah satu skema pembiayaan untuk mendorong kegiatan ekonomi rendah karbon dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) COP 26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021.
“Pajak Karbon juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kita laksanakan amanat undang-undang tersebut,ā kata Sarjan Tahir yang juga Dewan Pembina Tax Payer Community.
Sarjan mengatakan, banyak manfaat dari penerapan pajak karbon, di antaranya, uang pajaknya dapat dipergunakan untuk membantu pendanaan investasi produktif di sektor agraris untuk ketahanan pangan. Kemudian, mengurangi penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan, dan tentunya mendatangkan insentif bagi pemerintah.
āPenerapan pajak karbon menjadi langkah penting yang diambil oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Ini merupakan tindakan aktif yang dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim,ā pungkas Sarjan Tahir yang juga pengurus pusat Gerakan Solidaritas Nasional (GSN).