PajakOnline.com—Direktur Jenderal Perbendaharaan (Dirjen Perbend) Andien Hadiyanto mengatakan, dampak pandemi Covid-19 sangat terasa pada bidang kesehatan dan perekonomian. Namun, realisasi anggaran belum mencatatkan performa optimal dalam penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Untuk kebijakan kluster kesehatan, pemerintah telah menganggarkan Rp65,8 triliun, insentif tenaga medis Rp5,9 triliun, santunan kematian Rp0,3 triliun, bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Rp3 triliun, Gugus Tugas Covid-19 Rp3,5 triliun, insentif perpajakan di bidang kesehatan Rp9,05 triliun.
“Progress realisasi hingga Agustus 2020 belum maksimal. Untuk itu, kita terus dorong agar realisasi semakin naik. Salah satunya dengan sosialisasi ini. Sampai dengan minggu lalu misalnya, realisasi untuk perlindungan sosial cukup tinggi 41,84%. Namun yang lain masih relatif rendah.
Untuk sektoral dan Pemda masih sekitar 7%, UMKM 24%, korporasi 0%, insentif usaha 13,4%. Untuk kluster kesehatan realisasinya juga masih rendah yatu sekitar 7,78% dari alokasi atau Rp6,3 triliun dari Rp87,55 triliun,” kata Andien Hadiyanto dalam acara Sosialisasi Insentif Perpajakan Dalam Rangka Program PEN Cluster Kesehatan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, secara online pada Senin (10/8/2020).
Salah satu yang membuat penyerapan anggaran kluster kesehatan rendah adalah rendahnya pemanfaatan insentif perpajakan termasuk insentif kepabeanan dan cukai terhadap barang dan jasa untuk penanganan Covid-19 ini, di mana realisasinya baru Rp1,4 triliun dari alokasi Rp9,05 triliun.
“Kita melakukan identifikasi yang kendala yang menghambat, kemudian merumuskan antisipasi kebijakan lanjutannya, kemudian menyebarluaskan informasi terutama pihak yang terdampak Covid-19 dan berpotensi memanfaatkan insentif pemerintah,” tuturnya.
Khusus dari perpajakan dan kepabeanan, pemerintah mengeluarkan insentif antara lain pemberian fasilitas pajak untuk barang dan jasa dalam rangka penanganan Covid-19 pada PMK Nomor 28/2020. Kedua, pemberian fasilitas kepabeanan dan cukai atas impor barang untuk keperluan penanganan Covid-19 yang tercantum dalam PMK Nomor 83/2020.
“Insentif tersebut diharapkan mendukung RS menjaga ketersediaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan dan melindungi produk dalam negeri substitusi impor dengan harga kompetitif,” kata dia.
Selain itu, terdapat juga terdapat insentif untuk Wajib Pajak (WP) yang terdampak Covid-19 pada PMK Nomor 44/2020. Insentif ini bertujuan mempertahankan daya beli masyarakat dan pekerja serta menjaga produktivitas pelaku usaha di masa pandemi yang juga berlaku Satuan Kerja (Satker) BLU Wajib Pajak.
Sebagai informasi, BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan 2 tahun 2020 bahkan telah menyentuh -5,32% year on year (yoy). Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang terbagi dalam beberapa kluster dan perlu digenjot penerapannya di kuartal 3 dan 4 ini.
Pertama, kluster perlindungan sosial, yaitu PKH, kartu sembako, bantuan sosial, kartu prakerja, diskon listrik dan BLT Desa.
Kedua, kluster sektoral Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemda yaitu program padat karya, insentif per6,umahan, insentif pariwisata, Dana insentif Desa, pemulihan ekonomi, perdagangan, DAK Fisik, fasilitas pinjaman daerah, dan yang lain.
Ketiga, untuk UMKM pemerintah memberikan subsidi bunga, menempatkan dana di perbankan untuk diberikan pinjaman ke UMKM dengan bunga yang murah, memberikan penjaminan kredit juga memberikan insentif PPh UMKM.
Untuk pembiayaan korporasi, pemerintah melakukkan penanaman modal negara (PMN) kepada BUMN dan talangan atau modal kerja. Untuk insentif usaha, ada Pajak Penghasilan (PPh 21) Ditanggung Pemerintah, pembebasan PPh (22) Impor, pengembalian pendahuluan PPN, dan penurunan tarif PPh Badan.