PajakOnline.com—Tax Shifting dikenal pula dengan istilah pergeseran pajak. Tax Shifting adalah pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lainnya. Dengan demikian, orang atau badan yang dikenakan pajak tidak menanggung beban pajak.
Tax shifting merupakan fenomena ekonomi di mana wajib pajak memindahkan beban pajak kepada pembeli atau penyuplai dengan menambah harga penjualan atau menekan harga pembelian saat transaksi terjadi.
Tax shifting memiliki tiga karakteristik;
1. Berkaitan erat dengan kenaikan atau penurunan harga.
2. Distribusi kembali beban pajak di antara subjek pajak atau pihak yang terlibat sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan antara wajib pajak dan penanggung pajak.
3. Perilaku wajib pajak yang proaktif.
Jenis Pergeseran Beban Pajak
Beban pajak dapat bergeser melalui transaksi penjualan atau melalui transaksi pembelian. Pergeseran ini akan melibatkan perubahan pada harga barang atau jasa yang diperjualbelikan.
1. Backward Shifting
Pada backward shifting, beban pajak suatu barang dialihkan kembali kepada pelaku produksi melalui transaksi pembelian.
Contohnya, produsen meminta penyuplai material produksi untuk menerima harga yang lebih rendah, atau menekan biaya upah pegawainya sehingga harga harga barang tersebut tetap sama dan beban pajak dapat ditanggung oleh penjual atau produsen bahan baku, bukan oleh konsumen akhir.
2. Kombinasi
Jenis kombinasi antara forward dan backward shifting dilakukan dengan cara produsen barang kena pajak memindahkan beban pajak dengan melakukan penambahan sebagian harga serta pengurangan pembayaran faktor-faktor produksi.
3. Forward Shifting
Pada forward shifting, beban pajak bergeser dari produsen ke konsumen melalui transaksi penjualan dengan cara menaikkan harga barang, baik secara keseluruhan maupun sebagian nilai pajak. Contohnya, cukai.
Selanjutnya, produsen dapat mengalihkan beban pajak kepada konsumen dengan mengurangi kualitas atau kuantitas barang kena pajak dalam bentuk transaksi penjualan.
Tahapan Pergeseran Beban Pajak
Tax Shifting terjadi dalam empat tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, beban pajak terletak pada wajib pajak yang mengadakan perhitungan pembayaran dengan negara (impact of taxation).
2. Tahap kedua, pergeseran beban pajak merupakan proses pemindahan beban pajak dari pembayar pajak kepada penanggung beban pajak (the shifting of taxation).
3. Tahap ketiga, timbulnya beban moneter yang terakhir setelah terjadi pergeseran dan beban pajak tidak akan berpindah lagi (incidence of taxation).
4. Tahap keempat, adanya konsekuensi-konsekuensi ekonomis dengan adanya incidence of taxation yang disebut dengan effect of taxation.
Tax Shifting Kena Sanksi?
Tax shifting atau pergeseran pajak termasuk dalam skema perencanaan pajak, bagian dari manajemen pajak. Tujuan perencanaan pajak, tidak hanya untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi juga agar dapat menekan biaya pajak serendah mungkin untuk mendapatkan laba dan likuiditas yang diharapkan perusahaan.
Oleh karena itu, beberapa perusahaan melakukan praktik pergeseran pajak sebagai salah satu upaya menekan biaya pajak yang perlu ditanggung.
Praktik pergeseran beban pajak merupakan penghindaran diri dari pembayaran pajak yang bersifat lunak. Praktik tax shifting memanfaatkan celah-celah yang ada dalam undang-undang perpajakan untuk menghemat pajak yang harus dibayar sendiri atau yang dibayar oleh pihak lain sehingga tidak ada sanksi hukum bagi wajib pajak yang melakukannya.
Praktik Pergeseran Beban Pajak
Umumnya, praktik pergeseran beban pajak ada pada pajak konsumsi (tax consumption) atau PPN dan cukai. Contoh dari perusahaan yang menerapkannya adalah perusahaan rokok.
Rokok menjadi barang yang dikenai cukai. Untuk menghindari pembayaran beban pajak ini, perusahaan berusaha menggeser beban cukai kepada konsumen rokok dengan cara menaikkan harga jual rokok (forward shifting).
Alternatif lainnya, perusahaan rokok menggeser beban cukai kepada petani tembakau dengan cara menekan harga beli tembakau (backward shifting).