PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan utang pajak tidak ditagih lewat telepon. Sebab, tidak ada mekanisme penagihan utang pajak melalui telepon dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Contact center DJP menerangkan, apabila wajib pajak mendapatkan telepon yang mengatasnamakan kantor KPP yang berisi pengingat terkait dengan utang pajak, maka wajib pajak dapat melakukan konfirmasi. Konfirmasi dilakukan melalui kontak KPP terkait yang dapat dilihat pada http://pajak.go.id/id/unit-kerja.
“Untuk mekanisme penagihan melalui telepon dari KPP tidak ada ya. Apabila memang mendapatkan telepon dari KPP untuk mengingatkan terkait utang pajak silakan dikonfirmasi ke KPP terkait,” terang DJP melalui media sosial akun Kring Pajak di Twitter, dikutip hari ini.
DJP menegaskan utang pajak yang tidak dilunasi dalam jangka waktu tertentu pasti ditagih. Adapun penagihan dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak (STP). Sesuai dengan UU KUP, STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Berdasarkan pada Pasal 14 ayat (1) UU KUP, dirjen pajak dapat menerbitkan STP atas beberapa kondisi. Pertama, PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Kedua, dari hasil penelitian, terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
Ketiga, wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga. Keempat, pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), tetapi tidak membuat faktur pajak atau terlambat membuat faktur pajak.
Kelima, PKP tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (6) UU PPN. Keenam, terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada wajib pajak.
Ketujuh, terdapat jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam jangka waktu sesuai dengan persetujuan untuk mengangsur/menunda pembayaran.
“Surat Tagihan Pajak … mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak,” demikian kutipan Pasal 14 ayat (2) UU KUP.