PajakOnline.com—Wapu atau Wajib Pungut merujuk pada pembeli yang seharusnya dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), namun justru memungut PPN. Artinya, sebagai pembeli Wapu justru tidak dipungut PPN oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP), melainkan justru memungut PPN.
Wapu ini ditujukan pada bendaharawan pemerintah, badan usaha atau instansi pemerintah yang ditugaskan memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP kepada badan atau instansi pemerintah tersebut.
Terdapat 4 badan atau instansi yang masuk dalam ketegori Wapu, yakni:
1. Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN).
2. Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
4. Badan Usaha Tertentu.
Bendaharawan Pemerintah dan KPKN sebagai Wapu
Landasan hukum penunjukan bendaharawan pemerintah dan KPKN sebagai Wapu tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 563/KMK.03/2003. Dalam KMK tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bendaharawan pemerintah adalah bendahara atau pejabat yang melakukan pembayaran dan dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Bendahara pemerintah dan kantor KPKN yang melakukan pembayaran atas penyerahan BKP/JKP oleh PKP rekanan pemerintah atas nama PKP rekanan pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.
Bendaharawan pemerintah sebagai Wapu ini meliputi Direktorat Jenderal Perbendaharaan, pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga sebagai Bendahara, dan Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Adapun pengecualian terkait Wapu ini diterapkan pada:
– Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1 juta dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
– Pembayaran untuk pembebasan tanah.
– Pembayaran atas penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
– Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bukan bahan bakar minyak oleh PT Pertamina (Persero).
– Pembayaran atas rekening telepon.
– Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan
– Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan yang berlaku tidak dikenakan PPN.
Terkait kegiatan pemungutan PPN oleh Wapu ini, terkadang bendahara tetap melakukan pemungutan PPN pada transaksi yang sifat PPN-nya dibebaskan. Atas transaksi tersbeut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Direktur Peraturan Perpajakan I memberikan solusi berupa Surat Direktur Terkait S-630/PJ.02/2013, yang berisikan sebagai berikut:
– PPN dan/atau PPnBM yang telah dipungut oleh bendahara pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemungut PPN merupakan pajak keluaran bagi PKP rekanan pemerintah atau rekanan BUMN, maka atas kelebihan pemungutan pajak tersebut tidak dapat diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang oleh PKP rekanan pemerintah atau rekanan BUMN.
– Kelebihan pemungutan PPN dan/atau PPnBM yang dapat diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang oleh PKP rekanan pemerintah atau rekanan BUMN adalah PPN dan/atau PPnBM yang kelebihan dipungut oleh pihak lain pada saat PKP rekanan pemerintah atau rekanan BUMN tersebut membeli barang dari pihak lain.
– Dikarenakan pada saat terjadi penyerahan barang/jasa dari rekanan kepada Pemerintah atau BUMN yang menanggung pajak adalah Pemerintah atau BUMN (yang dipungut sendiri oleh bendahara pemerintah atau BUMN), maka atas kelebihan pemungutan PPN dan/atau PPnBM tersebut, dapat diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang oleh bendahara pemerintah atau BUMN selaku pihak yang dipungut ke KPP tempat PKP terdaftar.
Namun, terdapat pengecualian yang diberikan atas beberapa transaksi kepada kontraktor kontrak kerja sama, BUMN dan badan usaha tertentu ini. Pengecualian tersebut antara lain:
– Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10 juta dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
– Pembayaran atas penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
– Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bukan bahan bakar minyak oleh PT Pertamina(Persero).
– Pembayaran atas rekening telepon.
– Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan
– Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan yang berlaku tidak dikenakan PPN. (Azzahra Choirrun Nissa)