PajakOnline.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan akan memberikan insentif pajak tahun depan atau 2023 mendatang. Dalam APBN 2023 anggaran insentif perpajakan disiapkan sebesar Rp41,5 triliun.
“Tahun depan pajak itu masih akan memberikan insentif perpajakan yang mencapai Rp41,5 triliun. Insentif tetap disiapkan pemerintah di tengah naiknya target penerimaan pajak saat harga-harga komoditas diperkirakan melandai dan ekonomi mulai pulih,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers yang juga disiarkan secara virtual, dikutip hari ini.
Dalam APBN 2023, target penerimaan negara dari sektor perpajakan mencapai Rp2.016,9 triliun atau naik sebesar 4,8 persen dari proyeksi atau outlook 2022 sebesar Rp1.924,9 triliun. Penerimaan perpajakan ini bersumber dari target pajak yang sebesar Rp1.715,1 triliun serta bea dan cukai Rp301,8 triliun.
“Penerimaan pajak pada 2023 itu ditargetkan naik 6,7 persen dari outlook 2022 yang sebesar Rp 1.608,1 triliun. Sementara itu, target bea dan cukai turun 4,7 persen dari outlook 2022 sebesar Rp 316,8 triliun. Lagi-lagi karena ada aspek komoditas. Tahun ini komoditas memberikan sumbangan (ke bea keluar) Rp 48,9 triliun, tahun depan komoditas hanya memberikan sumbangan ke bea dan cukai sebesar Rp 9 triliun. Makanya level bea dan cukai (2023) lebih rendah dari tahun ini,” kata Sri Mulyani.
Dalam dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2023, tidak ada rincian bentuk insentif perpajakan yang disiapkan pemerintah. Dokumen hanya menyebutkan, sejak tahun 2020 pemerintah memberikan insentif perpajakan untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19, baik yang dikategorikan sebagai belanja perpajakan maupun yang tidak termasuk ke dalam definisi belanja perpajakan.
Insentif perpajakan merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diberikan pemerintah sejak Maret 2020.
Insentif perpajakan dilanjutkan awal tahun 2021, telah terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. Di 2021, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk insentif perpajakan sekitar Rp42 triliun. Adapun insentif yang diberikan, antara lain:
Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai wajib dipotong PPh sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang diterima pegawai dengan kriteria tertentu, Ditanggung Pemerintah (DTP).
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dikenai PPh final sebesar 0,5 persen dari jumlah peredaran bruto, DTP.
PPh Pasal 22 impor yang seharusnya dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea, dibebaskan. Pembebasan ini untuk Wajib Pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) atau telah ditetapkan sebagai perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat, dan sebagainya.
Insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk properti.
Menkeu Sri Mulyani menyebutkan, insentif perpajakan telah dimanfaatkan untuk meningkatkan daya beli dan membantu likuiditas dan kelangsungan dunia usaha. Pemanfaatan insentif perpajakan didominasi oleh Wajib Pajak yang paling terdampak pandemi, yaitu 47 persen di sektor perdagangan, 19 persen untuk sektor industri pengolahan, dan 7 persen sektor konstruksi.