PajakOnline.com—Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki kesepahaman bahwa APBN Tahun Anggaran 2023 tetap harus menjadi instrumen yang dapat diandalkan dalam menahan berbagai gejolak yang dihadapi, agar rakyat dapat terlindungi dan momentum pemulihan terus berjalan.
Dengan dukungan APBN yang kuat dan efektif, berbagai langkah dan strategi Pemerintah selama tahun 2020, 2021, dan 2022 dalam menangani dampak pandemi Covid-19, melalui penanganan kesehatan, kebijakan pemberian vaksin, penyiapan bantalan sosial, dan dukungan stimulus bagi masyarakat terdampak, telah menjadikan Indonesia diakui dunia sebagai negara yang berhasil menangani dampak pandemi Covid-19 dengan sangat baik.
Keberhasilan penanganan dampak pandemi Covid-19 menjadi faktor penting dalam menjaga momentum pemulihan perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang masih tumbuh kuat pada angka 5,44% pada Q2 tahun 2022, dan dengan inflasi yang masih terkendali, jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara lain. Belum selesai dengan tantangan pandemi Covid-19, negara-negara di dunia saat ini dihadapkan dengan munculnya risiko baru yang makin kompleks dan rumit.
Ketegangan geopolitik antarnegara telah menimbulkan perang dan disrupsi rantai pasok yang menyebabkan harga-harga komoditas pangan, energi, dan pupuk melambung tinggi. Hal ini mengakibatkan tingkat inflasi yang sangat tinggi baik di Amerika maupun negara-negara Eropa, yaitu inflasi terburuk dalam 40 tahun terakhir. Guncangan hebat ini ikut mengancam daya beli rakyat dan pemulihan ekonomi Indonesia.
Tantangan gejolak ekonomi dunia sungguh sangat nyata terlihat dan dirasakan pada proses pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2023. Sejak Pemerintah bersama dengan DPR membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal sejak bulan Mei hingga pengambilan keputusan hari ini, seluruh indikator ekonomi yang menjadi dasar penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2023 bergerak sangat dinamis dan bahkan cenderung bergejolak dengan volatilitas tinggi.
“Saya ingin menyampaikan kepada Ketua Badan Anggaran yang selama ini terus-menerus memimpin proses penyusunan APBN 2023, hingga menjadi undang-undang. Terima kasih sangat banyak Pak Said dan seluruh jajaran Pimpinan banggar dan anggota banggar maupun dari seluruh komisi dan pimpinan DPR tentunya. Terima kasih,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan pers, dikutip hari ini.
Berdasarkan hasil pembahasan bersama DPR, terdapat beberapa penyesuaian pada komponen Asumsi Dasar Ekonomi Makro. Hal tersebut untuk merespon dinamika global yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2023.
Mempertimbangkan tekanan inflasi global yang diperkirakan masih tinggi serta volatilitas dan ketidakpastian dari pergerakan harga komoditas di pasar global, sehingga inflasi meningkat dari semula 3,3% menjadi 3,6%. Terdapat pula penyesuaian pada asumsi Nilai Tukar Rupiah dari semula Rp14.750,00/USD menjadi Rp14.800,00/USD, yang utamanya mempertimbangkan masih tingginya ketidakpastian prospek ekonomi global.
Asumsi ICP disepakati tetap berada pada level USD90/Barel, dengan pertimbangan bahwa harga komoditas di tahun 2023 akan sedikit melandai sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi global yang mengalami pelemahan.
Untuk asumsi lifting gas dinaikkan menjadi 1.100 (ribu bsmph) dari semula 1.050 (ribu bsmph). Dengan upaya pemulihan ekonomi yang terus dijaga semakin membaik pada tahun 2023, maka proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 diperkirakan dapat mencapai 5,3%.
Perkiraan tersebut cukup realistis dengan mempertimbangkan dinamika pemulihan dan reformasi struktural untuk mendorong kinerja perekonomian yang lebih akseleratif, namun di sisi lain tetap mengantisipasi risiko ketidakpastian yang masih membayangi kinerja perekonomian nasional ke depan.
Upaya Pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas makro ekonomi juga akan berkontribusi positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Pemerintah akan melanjutkan program perlindungan sosial untuk mendorong tingkat kemiskinan pada tahun 2023 kembali menurun di kisaran 7,5%-8,5%, tingkat pengangguran terbuka sekitar 5,3%-6,0%, perbaikan ketimpangan (gini ratio) menjadi 0,375-0,378, serta pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada kisaran 73,31-73,49.