PajakOnline.com—Arsitek merupakan orang yang ahli dalam merancang dan menggambar bangunan, jembatan, dan sebagainya. Jasa arsitek ini dapat berupa penyediaan jasa profesional yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan arsitek maupun dilakukan secara bersamaan dengan profesi lainnya. Layanan praktik arsitek yang dilakukan secara bersama dengan profesi lainnya meliputi perencanaan kota dan tata guna lahan, manajemen proyek dan manajemen konstruksi, pendampingan masyarakat, atau konstruksi lainnya.
Sebagaimana profesi yang lain, profesi arsitek tentu memiliki penghasilan sebagai imbalan jasa yang diterima. Penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan bebas tersebut berupa imbalan hasil kerja atas pelayanan praktik yang diberikan dalam hal penyediaan jasa profesional terkait dengan penyelenggaraan kegiatan arsitek maupun layanan praktik arsitek yang dilakukan bersama dengan profesi lainnya.
Selain itu, ada juga penghasilan dari pekerjaan bebas berupa penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final. Misalnya arsitek mendapatkan komisi terkait dengan jasa perantara, royalti atas hak paten yang ditemukan, sewa harta selain tanah/bangunan, penghargaan dan hadiah, serta keuntungan dari penjualan/pengalihan harta.
Dari penghasilan yang didapatkan tersebut, arsitek memiliki kewajiban sebagai wajib pajak dalam negeri. Jika penghasilannya mencapai omzet Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak, maka jasa arsitek wajib untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Arsitek memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran, pemotongan/pemungutan, dan pelaporan berbagai jenis pajak, di antaranya:
1. Arsitek yang menjadi wajib pajak pribadi yang melakukan pekerjaan bebas diwajibkan untuk melakukan pembukuan. Jika penghasilannya di bawah Rp4,8 miliar maka diperbolehkan untuk memilih menggunakan pencatatan.
2. Melakukan pembayaran PPh Pasal 25 atas penghasilan yang diterima selama Tahun Pajak berlangsung.
3. Melakukan pemotongan atas PPh Pasal 21 jika memiliki karyawan.
4. Memungut, menyetor, dan menyampaikan SPT Masa PPN apabila telah dikukuhkan sebagai PKP.
5. Melakukan pemotongan atas PPh Pasal 4 ayat 2 jika arsitek sebagai penyewa dengan pemilik tempat adalah orang pribadi serta ditunjuk sebagai pemotong.
6. Menyampaikan SPT PPh OP Formulir 1770.
7. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21.
Besaran tarif PPh Pasal 21 jasa arsitek yakni:
1. Penghasilan kena pajak sampai dengan Rp50 juta sebesar 5%.
2. Penghasilan kena pajak mulai dari Rp50 juta-Rp250 juta sebesar 15%.
3. Penghasilan kena pajak antara Rp250 juta-Rp500 juta sebesar 25%.
4. Penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta sebesar 30%.
Selain itu, jasa arsitek juga termasuk salah satu objek PPh Pasal 23, pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. (Azzahra Choirrun Nissa)