PajakOnline | Transformasi digital perpajakan di Indonesia telah memasuki fase krusial. Meskipun awal tahun 2025 menandai sejumlah gangguan teknis dan penurunan realisasi penerimaan, pemerintah telah merespons dengan strategi edukasi, pemantapan infrastruktur, dan penguatan sistem keamanan.
Ke depan, sukses digitalisasi akan sangat tergantung pada kemampuan memperluas literasi pajak serta menjaga keandalan dan aksesibilitas sistem bagi seluruh lapisan masyarakat.
Ketua Tax Payer Community Indonesia Abdul Koni mengatakan, transformasi digital dalam sistem perpajakan nasional perlu semakin dipacu untuk meningkatkan literasi pajak, efisiensi layanan, dan kepatuhan wajib pajak. Program ini mencakup pengembangan sistem administrasi terpadu, digital ID, serta edukasi publik yang ditujukan pada masyarakat luas.
Sejak awal 2025, pemerintah resmi meluncurkan Coretax atau CTAS (Core Tax Administration System) untuk meliputi seluruh rangkaian proses perpajakan—pendaftaran, pelaporan, dan pembayaran—berbasis platform elektronik dengan integrasi data real-time antara DJP, Bea Cukai, dan lembaga keuangan.
Presiden Prabowo Subianto pada 7 Januari 2025 membentuk Komite Percepatan Transformasi Digital yang memusatkan tiga pilar utama: digital ID (identifikasi wajib pajak), digital payment (pembayaran elektronik), dan data exchange antar lembaga negara.
Hingga Juni 2025, sejumlah layanan digital telah berjalan seperti
e-Filing Pajak dan e-Billing memudahkan pelaporan dan pembayaran online. Aplikasi mobile M‑Pajak, chat‑bot, dan WhatsApp‑bot untuk UMKM memudahkan akses layanan perpajakan Integrasi Nomor Induk Kependudukan Digital (IKD) dengan NPWP memungkinkan akses layanan tanpa dokumen fisik.
Namun, peluncuran Coretax juga menimbulkan tantangan signifikan:
Penurunan realisasi penerimaan pajak: Januari 2025 hanya mencatat Rp 88,9 triliun—turun 41,9 % dari Januari 2024—akibat gangguan teknis sistem tersebut.
Menanggapi tantangan ini, Tax Payer Community mengharapkan, pemerintah dan DJP mengintensifkan pelatihan edukasi digital bagi wajib pajak dan pegawai DJP agar familiar dengan Coretax dan layanan digital lainnya.
Peningkatan infrastruktur IT, seperti penambahan bandwidth dan server serta perbaikan aplikasi agar stabil saat akses massal, penyederhanaan antarmuka dan integrasi sistem lama dan baru, termasuk sertifikat elektronik e‑Faktur dan e‑Bupot PPh 21/26. Penguatan keamanan dan proteksi data melalui enkripsi, peran BSSN dan Kominfo, serta kanal pengaduan resmi DJP
Survei menunjukkan rasio pajak terhadap PDB Indonesia masih rendah, yakni sekitar 10,8 % pada 2022, dibanding negara‐negara OECD di kisaran 34 %
Ini menunjukkan potensi besar dari peningkatan literasi digital pajak, termasuk di sektor informal (±60 % pekerja belum terintegrasi).
Dengan digital ID dan pertukaran data otomatis (AEoI), pemerintah berupaya memperbaiki profil wajib pajak dan menutup celah penghindaran pajak.