PajakOnline.com— Perubahan UU PPN melalui UU HPP memberikan ruang bagi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memberikan fasilitas PPN.
Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menjelaskan, pemerintah tidak dapat menerapkan kebijakan apapun atas jenis barang dan jasa yang tercantum pada Pasal 4A UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebelum diubah melalui UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan).
“Ini untuk lebih memberikan keadilan dan tepat sasaran karena kalau itu barang dan jasa menjadi non-objek pajak, enggak bisa diapa-apain. Itu di luar sistem seperti barang di luar negeri,” kata Yoga.
Yoga mengatakan, dengan memindahkan beberapa jenis barang dan jasa dari Pasal 4A ke Pasal 16B UU PPN, pemerintah memiliki fleksibilitas untuk menambah ataupun mengurangi pemberian fasilitas PPN pada masa mendatang.
Dalam Pasal 4A UU PPN yang telah diubah melalui UU HPP, barang dan jasa yang bukan objek pajak adalah objek-objek pajak daerah, seperti makanan dan minuman, jasa hiburan, jasa perhotelan, jasa parkir, dan katering. Emas batangan, surat berharga, dan jasa keagamaan juga masih dikecualikan.
Barang dan jasa yang awalnya tercantum pada Pasal 4A dan dipindahkan ke Pasal 16B UU PPN antara lain kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, hingga jasa tenaga kerja. Perincian mengenai fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan masih akan diatur melalui peraturan pemerintah (PP).
“Dengan mekanisme fasilitas, kami bisa membuat ukuran-ukuran kapan akan dikenakan, seberapa lama, seberapa besar fasilitasnya, atau nanti secara perlahan kami bisa kurangi,” kata Yoga.