PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan ketentuan terkait kenaikan tarif pemotongan PPh Pasal 23 lebih tinggi 100% dari tarif normal masih berlaku, meskipun Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat digunakan sebagai NPWP.
DJP menjelaskan NIK yang berlaku sebagai NPWP ini harus terlebih dahulu dilakukan aktivasi. Sehubungan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2022, aktivasi NIK pun dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu permohonan pendaftaran oleh wajib pajak atau secara jabatan.
Melalui akun media sosial Twitter @kring_pajak, DJP mengatakan sepanjang NIK tersebut belum diaktivasi menjadi NPWP, maka ketentuan kenaikan tarif 100% bagi non-NPWP tetap berlaku.
Sebagai tambahan informasi, PMK 112/2022 adalah ketentuan teknis dari penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP sesuai dengan yang telah diamanatkan melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Sementara itu, PPh Pasal 23 ialah pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipotong atas penghasilan dalam tahun berjalan yang dipotong atas penghasilan diterima atau diperoleh oleh wajib pajak dalam negeri. Dapat pula berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari penyerahan jasa, modal, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, BUT, penyelenggara kegiatan, subjek pajak badan dalam negeri, atau perwakilan perusahaan luar negeri yang lain.
Umumnya, penghasilan tersebut terjadi ketika terdapat transaksi antara dua pihak. Pihak yang menerima penghasilan atau penjual dan pemberi jasa akan dikenakan PPh Pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau penerima jasa atau pembeli akan memotong dan melaporkan PPh Pasal 23 tersebut pada kantor pajak.
Adapun, 2 jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2% tergantung dari objek PPh Pasal 23. Contohnya ialah objek PPh Pasal 23 yang terkena tarif 15% di antaranya, yaitu hadiah, bonus, royalti, dan penghargaan.
Contoh, objek PPh Pasal 23 yang dikenai tarif 2% ialah sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lainnya terkait dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh dalam Pasal 4 ayat 2 UU PPh.