PajakOnline | Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak mengungkapkan sedang mengevaluasi potensi pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari perusahaan digital asal luar negeri seperti Netflix dan Meta.
Pernyataan ini disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Rabu (7/5/2025) kemarin.
“Ada isu mengenai transaksi digital di dalam negeri dan juga antar negara, ini yang mungkin menjadi concern pada waktu kita nanti mendudukkan akan seperti apa kita lakukan pemajakan. Ini coba kami terus review,” kata Suryo.
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyambut baik upaya tersebut dan menyatakan kesiapannya memberikan dukungan politik, termasuk pembentukan aturan yang memungkinkan pemungutan pajak dari perusahaan digital luar negeri yang mengambil keuntungan di sini namun tidak memiliki kantor fisiknya di Indonesia.
“Kita ingin memperkuat kedaulatan. Kalau memang butuh sifatnya yang mengandung aturan di mana butuh dikuatkan. Makanya kan saya tawarkan tadi, mereka membutuhkan apa? Instrumen aturan apa yamg dibutuhkan,” ungkap legislator dari Fraksi Partai Golkar tersebut.
Misbakhun menambahkan ekonomi digital telah menjadi isu internasional. Banyak masyarakat Indonesia yang membayar untuk layanan perusahaan digital multinasional, namun pemerintah belum dapat menarik PPh Badan dari perusahaan-perusahaan tersebut.
“Pasti semua korporasi akan berusaha menghindar pajak, dengan strategi dan metodologi yang mereka pakai. Tetapi kita kalau mengetahui ada pembayaran dan kita bisa menarik pajak itu kan harus kita kuatkan. Jangan sampai kita memperlemah diri sendiri dalam rangka memungut pajak itu,” katanya.
Selama ini, pemerintah Indonesia hanya bisa memungut Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE) dari perusahaan digital seperti Netflix dan Meta yang tidak memiliki kantor fisik di Indonesia, meskipun mereka memiliki banyak pengguna dan meraup penghasilan besar dari negara ini.
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) sebelumnya telah mengusulkan penerapan dua pilar pajak global pada 2021 untuk mengurangi praktik pengemplangan pajak global dan menciptakan keadilan perpajakan di era digital.
Pilar 1 mengharuskan alokasi sebagian hak pemajakan atas penghasilan perusahaan multinasional kepada negara-negara tempat mereka memiliki konsumen atau pengguna, meski tidak memiliki kantor di negara tersebut.
Sementara Pilar 2 menetapkan tarif pajak minimum global sebesar 15% bagi perusahaan multinasional dengan pendapatan global tahunan di atas 750 juta euro.
Per 1 Januari 2025, pajak minimum global 15% telah diberlakukan di Indonesia sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2024.
Namun, upaya penerapan Pilar 1 menghadapi tantangan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan penolakannya terhadap kebijakan tersebut.
Penolakan ini berdampak signifikan mengingat AS merupakan lokasi banyak induk utama perusahaan grup multinasional, sehingga konsensus Pilar 1 sulit tercapai. Akibatnya, upaya pemerintah Indonesia untuk memungut PPh Badan dari perusahaan digital seperti Netflix dan Meta menjadi lebih sulit.
(Khairunisa Puspita Sari)