PajakOnline.com—Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite, Solar, dan Pertamax. Hal ini menimbulkan inflasi, bahkan memicu terjadinya stagflasi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan harga BBM terutama BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite dilakukan di waktu yang tidak tepat.
Bhima menilai, masyarakat belum siap menghadapi kenaikan harga tersebut, sehingga dapat menimbulkan ancaman stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan yang tidak dibarengi dengan kesempatan kerja.
“Untuk inflasi pangan diperkirakan akan kembali menyentuh double digit atau di atas 10 persen per tahun pada September ini. Sementara inflasi umum diperkirakan menembus di level 7 persen hingga 7,5 persen hingga akhir tahun,” kata Bhima dalam keterangannya dikutip hari ini.
Dia menjelaskan, kenaikan harga BBM ini tidak hanya berdampak pada harga energi dan biaya transportasi kendaraan pribadi, namun akan berdampak ke hampir semua sektor.
Menurutnya, masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi maupun yang tidak memiliki kendaraan akan secara bersamaan mengurangi konsumsi barang-barang lainnya. Sebab, BBM merupakan kebutuhan dasar, yang pada saat mengalami kenaikan harga, maka pengusaha di sektor industri transportasi, pakaian jadi, makanan dan minuman, hingga logistik akan terdampak secara langsung.
“Sekarang realistis saja, biaya produksi naik, biaya operasional naik, permintaan turun, ya harus potong biaya-biaya. Ekspansi sektor usaha bisa macet, nanti efeknya ke PMI manufaktur kontraksi kembali di bawah 50,” katanya.
Pemerintah sejak Sabtu (3/9/2022) siang telah menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, sementara harga Solar subsidi menjadi Rp6.800 per liter dari sebelumnya Rp5.150 per liter. Sedangkan harga Pertamax naik menjadi Rp14.500 per liter dari Rp12.500 per liter.