
Koordinator Advokasi BPJS Watch
dan Sekjen OPSI-KRPI
PajakOnline.com—Pandemik Covid -19 belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir. Masyarakat yang terpapar dan meninggal terus meningkat. Tentunya banyak juga yang sembuh. Tidak hanya itu, pandemic Covid-19 ini pun menghantam sendi-sendi ekonomi bangsa secara makro maupun mikro.
Banyak perusahaaan yang terancam kelangsungan produksinya, yang berdampak pada kelangsungan kerja para pekerja kita. Banyak yang sudah ter-PHK maupun dirumahkan dengan upah tidak dibayar penuh. Kondisi ini yang menyebabkan para pekerja pada akhirnya mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dengan adanya fakta ini Pemerintah melalui Keputusan Presiden (Kepres) No. 11 Tahun 2020, yang ditetapkan tanggal 31 Maret 2020, telah menetapkan Covid-19 sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dan oleh karenanya Pemerintah telah menetapkan kondisi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Sebagai tindak lanjut dari Kepres ini Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19, dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan keuangan negara dan stabilitas system keuangan untuk penanganan pandemic Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas system keuangan.
Dengan adanya Kepres no. 11 Tahun 2020, PP No. 21 Tahun 2020 dan Perppu No. 1 Tahun 2020 maka Pemerintah menggelontorkan stimulus ekonomi dan bantuan sosial termasuk pembiayaan penanganan Covid-19. Total anggaran yang dikucurkan untuk maksud ini sebesar Rp405,1 Triliun yang terdiri dari :
Pertama, Intervensi Penanggulangan Covid-19 – Kesehatan sebesar Rp75 Triliun yang terdiri dari: a. Subsidi iuran untuk penyesuaian tariff pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan Bukan Pekerja sesuai Perpres No 75 Tahun 2020 sebesar Rp.3 Triliun; b. Insentif tenaga medis pusat dan daerah sebesarRp5,9 Triliun yang terdiri dari Tenaga Medis Pusat Rp1,3 Triliun dan Tenaga Medis Daerah Rp4,6 Triliun; c. Santunan Kematian untuk tenaga kesehatan Rp300 miliar; d. Belanja Penanganan Kesehatan untuk Covid -9 sebesar Rp.65,8 Triliun untuk APD, Rapid test dan Reagen; sarana dan prasarana kesehatan; dan dukungan SDM.
Kedua, Social Safety Net akan diperluas dengan alokasi biaya sebesar Rp110 Triliun.
Ketiga, dukungan Industri Rp70,1 Triliun yaitu untuk Pajak dan Bea masuk ditanggung pemerintah, dan stimukus KUR.
Keempat, dukungan Pembiayaan Anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp150 Triliun.
Insentif dan Bantuan bagi Pekerja
Untuk mendukung kesejahteraan dan kelangsungan kerja bagi pekerja serta mendukung pekerja yang mengalami PHK maupun dirumahkan akibat Covid-19 ini Pemerintah telah merancang berbagai insentif bagi pengusaha maupun pekerja. Selain insentif, pemerintah pun merancang bantuan langsung kepada pekerja yang mengalami PHK ataupun yang dirumahkan, dan pekerja informal.
Untuk insentif fiskal, Pemerintah sepakat menanggung pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, menunda PPh Pasal 22, memberikan diskon 30% sekaligus menunda PPh Pasal 25. Lalu mempercepat restitusi PPN. Sedangkan untuk insentif non-fiskal, mempermudah proses impor dan ekspor. Semuanya berlaku selama 6 bulan terhitung sejak April sampai September 2020, anggarannya mencapai Rp22,9 triliun.
Khusus untuk insentif PPh Pasal 21 yang langsung berdampak pada pekerja, Pemerintah memberikan kebebasan pembayaran PPh 21 kepada seluruh pekerja di industri manufaktur, dengan criteria bagi pekerja yang memiliki gaji sampai dengan Rp200 juta per tahun. Anggaran yang disediakan sekitarRp8,6 triliun. Jadi bagi pekerja yang selama ini membayar PPh 21, baik yang dibayar langsung oleh pekerja maupun yang ditanggung oleh pengusaha, maka dengan adanya insentif ini PPh 21 akan ditanggung Pemerintah.
Insentif ini tentunya bermanfaat bagi pekerja dan pengusaha, karena pajak yang harusnya dibayarkan ke Pemerintah bisa ditabung oleh pekerja untuk mendukung daya beli mereka. Demikian juga PPh 21 yang harusnya dibayarkan oleh pengusaha dapat dialokasikan untuk mendukung biaya produksi perusahaan.
Perlu dipertimbangkan juga oleh Pemerintah tentang insentif pajak ini untuk sektor usaha lainnya seperti antara lain sektor pariwisata, perdagangan, dan transportasi yang memang juga terdampak oleh pandemik ini, sehingga akan lebih banyak pekerja yang mendapatkan bantuan dari PPh 21.
Selain itu Pemerintah juga menjanjikan akan memberikan pinjaman lunak kepada pengusaha dengan bunga murah, dengan mensyaratkan tidak adanya PHK (kalau pun ada PHK efisiensi maka hanya boleh maksimal 10% yang di PHK dari jumlah pekerja yang ada), dan tidak boleh menurunkan upah pekerja. Saya kira insentif-insentif yang diberikan Pemerintah akan mampu mendukung eksistensi usaha di era pandemik Covid-19 ini. Pinjaman lunak yang dijanjikan Pemerintah ini juga akan membantu kelangsungan kerja bagi pekerja dan kepastian pekerja untuk mendapatkan upah yang layak.
Tidak hanya pekerja formal yang mendapatkan insentif dari Pemerintah, pekerja informal maupun pekerja formal yang ter-PHK dan dirumahkan tanpa upah juga mendapatkan bantuan dari Pemerintah dengan Program Kartu PraKerja. Format awal kartu Pra Kerja memang difokuskan untuk pelatihan vokasional yang akan disertai pemberian dana tunai Rp650.000 kepada pencari kerja yang sudah lulus pelatihan, namun di saat pandemic ini kartu Pra Kerja lebih tepat dialihkan sebagai bantuan tunai kepada pekerja yang mengalami PHK atau dirumahkan, dan untuk pekerja informal.
Saya menilai kartu Pra Kerja baik untuk segera dieksekusi, dengan terlebih dahulu melakukan sosialisasikan ke publik secara massif dan menginformasikan bagaimana pekerja yang ter-PHK (atau dirumahkan tanpa upah) dan pekerja informal bisa mengakses bantuan ini. Selain itu dipastikan juga bantuan ini tepat sasaran, yaitu dikhususkan bagi pekerja-pekerja yang memang mendapatkan upah sebesar upah minimum sampai 8 juta, demikian juga bagi pekerja informal yang pendapatan setiap harinya sampai Rp500.000,-
Bantuan untuk pekerja yang mengalami PHK atau dirumahkan tanpa upah, diharapkan juga didukung oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan memberikan bantuan uang tunai. Tentunya dengan dana kelolaan yang hampir mencapai Rp500 Triliun, BPJS Ketenagakerjaan bisa mengalokasikan dana operasionalnya untuk membatu pekerja yang ter-PHK ataupun yang dirumahkan tanpa upah.
Selain itu diharapkan BPJS Ketenagakerjaan juga bisa mempermudah proses pengambilan dana JHT oleh pekerja yang mengalami PHK atau dirumahkan tanpa upah, yang saat ini dipersyaratkan minimal satu bulan setelah PHK bias diubah menjadi satu minggu setelah PHK. Hal-hal ini pastinya akan lebih mendukung daya beli pekerja yang mengalami PHK atau pun dirumahkan tanpa upah.
Semoga pandemik Covid-19 segera usai dan kehidupan kembali normal. Kesehatan bangsa kita pulih dan ekonomi kembali bergeliat. Kesejahteraan seluruh rakyat terus meningkat.