PajakOnline.com—Pemerintah diminta tegas dalam menindak perusahaan bus pariwisata yang tidak taat regulasi menyusul insiden kecelakaan bus yang mengangkut pelajar SMK Lingga Kencana di Ciater, Subang, Jawa Barat pada Sabtu (11/5/2024). Sebanyak 11 orang meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, saat ini masih banyak perusahaan bus yang tidak tertib administrasi. Padahal, pemerintah sudah menyediakan pendaftaran sistem online yang akan mempermudah proses registrasi perusahaan-perusahaan angkutan.
Djoko mengatakan, pengawasan terhadap bus pariwisata masih perlu diperketat dan harus ada sanksi bagi perusahaan bus yang lalai terhadap tertib administrasi.
“Sudah saatnya, pengusaha bus yang tidak mau tertib administrasi diperkarakan. Selama ini, selalu pengemudi yang dijadikan tumbal setiap kecelakaan bus,” kata Djoko dalam keterangan resminya, Senin (13/5/2024).
Dia menuturkan, polisi juga harus berani memperkarakan pengusaha bus, termasuk pelaku usaha lama. Djoko juga meminta polisi untuk tegas dalam menindak panitia penyelenggara atau event organizer yang menawarkan tarif bus murah jika terbukti bermasalah.
Menurutnya, selama ini jarang didengar polisi menindak pengusaha bus yang tidak taat aturan. Di sisi lain, Djoko juga menyoroti umur operasional bus yang terlibat kecelakaan di Subang tersebut.
Data dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebutkan, Bus Trans Putera Fajar AD-7524-OG yang terlibat kecelakaan pada Sabtu lalu tidak memiliki izin usaha dan KIR-nya sudah berakhir pada 6 Desember 2023 lalu.
Bus ini juga disebut milik PT Jaya Guna Hage dan merupakan armada AKDP yang berdomisili di Baturetno Wonogiri. Djoko menduga, bus ini sudah dijual dan dijadikan bus pariwisata dan umurnya diperkirakan sudah 18 tahun.
Alhasil, kecelakaan serupa dengan penyebab yang sama selalu terulang kembali. Djoko menuturkan, data STNK, KIR dan perizinan sudah seharusnya dikolaborasikan dan diintegrasikan menjadi satu kesatuan sebagai alat pengawasan secara administrasi.
Djoko menambahkan, hampir semua bus pariwisata yang terlibat kecelakaan lalu lintas adalah armada bekas angkutan kendaraan antar provinsi (AKAP) atau angkutan kota dalam provinsi (AKDP). Penyebab adanya korban jiwa dalam insiden itu pun memiliki pola yang sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan dan body bus yang keropos sehingga saat kecelakaan terjadi deformasi yang membuat korban tergencet.
Djoko mengatakan, hingga saat ini perusahaan bus yang diperkarakan hingga ke pengadilan terbilang sangat jarang. Dia juga menuturkan, jika nantinya diperkarakan, pemilik lama dari bus tersebut juga harus ikut bertanggung jawab.
Adapun, Djoko menyayangkan kurangnya ketegasan pemerintah dalam menegakkan regulasi-regulasi yang ada. Dia mencontohkan, pemerintah sebenarnya telah membuat aturan batas usia kendaraan bus, tetapi aturan tersebut dinilai masih setengah hati.
“Bus yang lama tidak di-scrapping, tetapi dijual kembali sebagai kendaraan umum, karena masih pelat kuning sehingga bisa di KIR tapi tidak memiliki izin. Keadaan ini terus terjadi dan tidak bisa dikendalikan,” jelasnya.
Adapun, dia juga meminta masyarakat untuk turut memperhatikan masalah bus tidak berizin. Dia mengatakan, masyarakat jangan hanya melihat tawaran sewa bus murah namun tidak menjamin keselamatan. Dia menuturkan, masyarakat harus aktif menanyakan proses KIR yang ada pada armada bus, termasuk juga izin pada Sistem Perizinan Online Angkutan Darat dan Multimoda (SPIONAM). SPIONAM merupakan layanan untuk memberikan kemudahan operator dalam mengajukan perizinan di bidang angkutan dan multimoda.