PajakOnline.com—Pelaku usaha yang menyewakan tanah atau bangunan akan dikenakan pajak, yakni pajak penghasilan. Sebab, menyewakan tanah atau bangunan misalnya rumah kontrakan atau sewa apartemen ataupun kaveling tanah untuk kegiatan bisnis lainnya merupakan salah satu usaha yang menguntungkan. Pajak penghasilan yang dikenakan berupa PPh Final. Berapa persen tarif PPh final yang dikenakan? Berikut ini, ketentuannya;
Usaha menyewakan tanah atau bangunan dapat meliputi;
1. Jasa sewa gedung untuk area perkantoran.
2. Jasa sewa gedung untuk pertokoan atau tempat usaha, gudang dan industri.
3. Jasa sewa gedung yang ditujukan untuk tempat tinggal, seperti rumah, apartemen, kondominium.
4. Jasa sewa gedung untuk pertemuan atau convention hall, hotel, dan lainnya.
Penghasilan yang bersumber dari persewaan tanah dan/atau bangunan merupakan objek PPh yang bersifat final dengan tarif 10 persen dari bruto nilai persewaan.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), kemudian diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sedangkan mengenai pengaturan teknis perpajakan terkait dengan tarif, dasar pengenaan pajak (DPP), kewajiban pihak pemotong, dan aturan teknis lainnya tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2017.
Berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) PP Nomor 34 Tahun 2017, pengenaan PPh final atas kegiatan persewaan tanah dan/atau bangunan memiliki empat kelompok berikut ini;
1. Penghasilan atas pembayaran berkala selama masa perjanjian Bangun Guna Serah (BGS).
2. Penghasilan dalam bentuk bangunan yang diserahkan sebelum perjanjian BGS berakhir.
3. Penghasilan dalam bentuk bangunan yang diserahkan, atau seharusnya diserahkan pada saat perjanjian BGS berakhir.
4. Penghasilan lain terkait perjanjian BGS, yang termasuk pembayaran terkait dengan bagi hasil penggunaan bangunan dan denda perjanjian terkait BGS.
Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan yang dimaksud ini, meliputi jumlah yang dibayarkan atau diakui sebagai utang oleh penyewa dan biaya lainnya yang berkaitan dengan persewaan. Biaya itu, antara lain, biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, layanan, dan fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan.
Selain itu, penentuan nilai bangunan didasarkan atas nilai tertinggi antara nilai pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Artinya, jika nilai pasar lebih tinggi dari NJOP, maka nilai bangunan yang digunakan adalah nilai pasar. Sebaliknya, bila NJOP lebih tinggi daripada nilai pasar, maka NJOP menjadi acuan nilai bangunan.
Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPh Pasal 4 Ayat (2).