PajakOnline.com—Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut, didukung indikator utama yang menunjukkan kinerja yang kuat, baik dari sisi konsumsi maupun produksi. Google Mobility Indeks per 16 September 2022 di angka 19,5%, berada di atas level pandemi meski termoderasi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi September 2022 menyampaikan, indeks penjualan ritel masih cukup kuat, turut menopang pemulihan ekonomi, di mana di bulan Agustus diperkirakan tumbuh 5,4% (yoy).
Mandiri Spending Indeks terus menguat di angka 132,0 per 21 Agustus 2022, sejalan dengan optimisme dan mobilitas masyarakat. Selanjutnya, di tengah perlambatan aktivitas manufaktur global, PMI Manufaktur Indonesia bulan Agustus 2022 tercatat sebesar 51,7, atau meningkat dari bulan lalu sebesar 51,3. Kemudian, konsumsi listrik meningkat 9,7% (yoy), terutama berasal dari aktivitas bisnis dan industri.
Inflasi tercatat sebesar 4,69% (yoy) melambat dibandingkan bulan lalu 4,94%. Dibandingkan peers, kenaikan inflasi domestik masih moderat. Hal ini tak lepas dari peran APBN yang masih menjadi jangkar terjaganya kenaikan inflasi.
Sementara itu, neraca perdagangan melanjutkan tren surplus, pada bulan Agustus mencapai USD5,76 miliar, sehingga secara kumulatif surplus NP mencapai USD34,92 miliar. Ekspor dan impor bulan Agustus 2022 juga mencatatkan capaian tertinggi dalam sejarah, yaitu Ekspor mencapai USD27,9 miliar atau tumbuh 30,15% (yoy), serta impor tumbuh 32,81% (yoy) didominasi impor bahan baku, barang modal, dan BBM.
Di sektor moneter dan keuangan, volatilitas global turut berdampak terhadap arus keluar di pasar SBN, namun pasar saham masih mencatatkan inflow (ytd) sejalan dengan pemulihan ekonomi yang cukup kuat.
Lebih lanjut, dari segi kepemilikan SBN masih didominasi oleh perbankan dan BI, sementara porsi kepemilikan asing turun secara bertahap sejak akhir 2019 (38,57%) ke angka 14,70% per 22 September 2022. Tren capital outflow di Emerging Market termasuk Indonesia masih menjadi perhatian dan perlu diwaspadai pengaruh normalisasi kebijakan moneter global pada peningkatan cost of fund.