PajakOnline.com—Wajib Pungut atau Wapu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2015 tentang Penunjukan Badan Usaha Tertentu untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya.
Dalam aturan tersebut, beberapa badan usaha tertentu yang kemudian menjadi pembeli tidak dikenakan pungutan oleh PKP yang menyediakan Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP). Adanya Wapu ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, sekaligus memaksimalkan penerimaan pajak.
Berdasarkan ketentuan yang sudah diatur itu, Wajib Pungut ditujukan untuk bendaharawan pemerintah, badan usaha atau instansi pemerintah yang diberi tugas untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang oleh PKP; atas penyerahan BKP/JKP kepada badan/instansi pemerintah tersebut.
Terdapat empat jenis instansi atau badan yang masuk ke dalam kriteria wajib pungut sebagai berikut;
1. Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN)
Beberapa bendaharawan pemerintah yang ditunjuk sebagai Wapu yaitu Direktorat Jenderal Perbendaharaan, pejabat yang ditunjuk oleh menteri/ketua lembaga sebagai bendahara, dan bendahara pemerintah pusat dan daerah. Terdapat pengecualian Wapu jika terdapat pada situasi-situasi meliputi nominal total pembayaran paling banyak Rp 1 juta dan bukan berasal dari transaksi yang terpecah, pembayaran untuk tujuan pembebasan tanah, dan pembayaran untuk penyerahan BKP/JKP yang di dalamnya tidak termasuk fasilitas PPN tidak dipungut/dibebaskan dari PPN sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Pengecualian Wapu juga termasuk pada pembayaran untuk kebutuhan penyerahan BBM dan non BBM oleh PT Pertamina, pembayaran yang ditujukan untuk jasa angkutan udara yang diserahkan kepada perusahaan penerbangan terkait, dan pembayaran lainnya atas penyerahan suatu barang/jasa yang tidak dikenakan PPN sesuai peraturan yang telah ditetapkan.
2. Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Landasan hukum penetapan kontraktor kontrak kerja sama sebagai Wapu yakni PMK Nomor 73 Tahun 2010. Dalam PMK itu, Kontraktor Kontrak Kerja Sama dimaksudkan pada salah satu badan yang termasuk wapu yaitu kontraktor kontrak kerja sama dengan perusahaan minyak dan gas bumi; dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi yang mencakup kantor pusat, cabang, serta unitnya.
3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN sebagai Wapu diatur dalam PMK Nomor 85 Tahun 2012, yang menyebutkan bahwa PPN dan/atau PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP/JKP oleh rekanan kepada BUMN, wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh BUMN.
Salah satu kriteria BUMN yang menjadi Wapu adalah badan usaha yang paling sedikit 51 persen sahamnya dimiliki oleh pemerintah dan tidak termasuk anak usaha atau pun usaha patungan. Terkait transaksi antara rekanan BUMN dengan BUMN ini, rekanan itu wajib menerbitkan faktur pajak dengan kode faktur 030.
Untuk diketahui, BUMN bisa kehilangan status sebagai Wapu apabila mengalami perubahan kepemilikan saham, sehingga tidak lagi memenuhi kriteria sesuai ketentuan. Dengan demikian, terhitung dari tanggal pernyataan perubahan kepemilikan tersebut, status Wapu tidak lagi disematkan pada BUMN itu.
Namun, BUMN itu tetap wajib menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut pada saat masa pajak saat perubahan kepemilikan terjadi. Artinya, kewajiban sebagai Wapu tidak dijalankan dimulai pada masa pajak berikutnya.
4. Badan Usaha Tertentu
Terdapat tiga jenis badan usaha yang termasuk ke dalam kriteria Wapu berdasarkan PMK Nomor 37/PMK.03/2015, yaitu BUMN dengan restrukturisasi oleh pemerintah terkait setelah dilakukannya PMK, badan usaha yang bergerak dalam industri pupuk dengan restrukturisasi pemerintah, dan badan usaha tertentu yang status kepemilikannya langsung dipegang oleh BUMN.
Terdapat juga pengecualian yang diberikan atas beberapa transaksi kepada kontraktor kontrak kerja sama, BUMN, dan badan usaha tertentu ini yaitu jika pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10 juta dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; dan pembayaran atas penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
Selain itu, pengecualian juga diberikan apabila pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bukan bahan bakar minyak dilakukan oleh PT Pertamina (Persero), pembayaran atas rekening telepon, pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan, dan pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan yang berlaku tidak dikenakan PPN.