PajakOnline.com— Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melanjutkan perbaikan dari sisi administrasi maupun kebijakan. DJP perlu menunjukkan kinerja yang optimal sejalan dengan agenda Reformasi Perpajakan Jilid III yang tengah berlangsung. Menkeu menyampaikan arahan tersebut dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) DJP.
“Langkah perbaikan juga dapat menghindarkan DJP dari kerugian. DJP harus terus melakukan perbaikan. Kalau tidak melakukan perbaikan, hasil yang diperoleh sama saja dengan waktu-waktu yang lalu, maka DJP benar-benar dalam kerugian,” tulis Sri Mulyani dalam akun Instagram resmi DJP @ditjenpajakri, dikutip hari ini.
Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan perbaikan yang harus terus dilakukan DJP adalah meningkatkan rasio pajak (tax ratio) secara berkelanjutan. Rasio pajak yang meningkat akan menciptakan ruang fiskal yang memadai untuk mewujudkan kemakmuran masyarakat.
DJP harus mengarahkan kebijakan pada upaya peningkatan rasio pajak serta penyesuaian target dan strategi pada 2023. Sebab, 2022 menjadi tahun terakhir defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkenankan berada di atas 3 persen. Hal ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Kemudian, yang harus menjadi perhatian seluruh jajaran DJP adalah menjalankan Reformasi Perpajakan Jilid III. Sri Mulyani menegaskan, DJP harus melanjutkan pelbagai langkah reformasi yang bersifat fundamental di seluruh pilar.
Reformasi Perpajakan Jilid III berlandaskan kepada lima pilar, yaitu penguatan organisasi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), perbaikan proses bisnis, teknologi informasi dan basis data, dan penyempurnaan regulasi.
Dalam pilar teknologi informasi, misalnya, DJP sedang membangun Pembaruan Sistem Inti Perpajakan (PSIAP) atau core tax yang mengubah sistem informasi administrasi perpajakan menjadi lebih mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti.
Secara simultan, DJP akan meningkatkan pelayanan melalui program 3C (Click, Call, Counter) untuk mengurangi cost of compliance Wajib Pajak dan menghindari praktik penghindaran pajak. Sementara pada pilar penyempurnaan regulasi, salah satu hasilnya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).