PajakOnline | Pengusaha Chairul Tanjung mendorong pemerintah mulai membatasi penggunaan uang kartal atau transaksi tunai di Indonesia. Menurutnya, langkah ini bisa menjadi strategi ampuh dalam meningkatkan penerimaan pajak negara secara signifikan.
Dalam sebuah diskusi bertema “Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan, dan Ekonomi Global” yang digelar oleh The Yudhoyono Institute, Chairul yang akrab disapa CT mencontohkan India sebagai negara yang telah sukses menerapkan kebijakan pembatasan transaksi tunai.
“Kalau kita ingin penerimaan pajak meningkat secara luar biasa, kita bisa meniru langkah India. Batasi transaksi tunai,” kata CT.
CT menjelaskan, ketika transaksi keuangan dilakukan secara non-tunai dan masuk dalam sistem perbankan, maka seluruh aktivitas tersebut bisa diawasi dan ditelusuri.
Potensi pelanggaran atau penghindaran pajak dapat ditekan secara efektif.
Pembatasan transaksi tunai, bukan hanya mendukung peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak, tetapi juga memperkuat transparansi dalam sistem keuangan nasional.
CT menegaskan urgensi pembatasan transaksi tunai sebagai langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan pajak negara. Jika seluruh transaksi dilakukan secara non-tunai, maka aktivitas keuangan masyarakat akan lebih mudah dilacak dan potensi penghindaran pajak bisa ditekan secara maksimal.
“Kalau kita batasi transaksi tunai, semua transaksi bisa ditarik ke sistem. Kalau sudah masuk sistem, nggak ada lagi yang bisa sembunyi dari kewajiban pajak,” kata CT.
Menurut CT, pemerintah sebenarnya telah memahami betul pentingnya langkah ini dan potensi manfaatnya bagi peningkatan pendapatan negara. Namun, tantangan utamanya bukan pada konsep atau teknis pelaksanaan, melainkan pada keberanian untuk bertindak tegas.
“Pertanyaannya sederhana: kita mau atau tidak? Kalau mau, saya yakin penerimaan negara bisa naik secara signifikan,” katanya.(Khairunisa Puspita Sari)