PajakOnline.com—Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo menyebutkan mekanisme asistensi penagihan pajak global telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dengan demikian, negara mitra dapat membantu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menagih kewajiban perpajakan Wajib Pajak Indonesia atau sebaliknya.
“Ini bukan menakut-nakuti, tetapi ini sesuatu yang sudah globally sudah kita lakukan. Indonesia sudah menjalin berbagai kerja sama perpajakan secara internasional, yaitu kaitannya nagih-nagih. Kerja sama pada akhirnya akan menutup celah penghindaran pajak,” kata Suryo Utomo dalam Sosialisasi UU HPP.
Suryo mengatakan, UU HPP akan membuat regulasi mengenai pajak internasional lebih optimal dan berkeadilan. Selain menyesuaikan international best practice, UU HPP juga berupaya mengikuti perkembangan ekonomi digital. Salah satu bentuk implementasinya adalah asistensi penagihan pajak global.
“Misalnya, orang Singapura punya tagihan (pajak). Ternyata orang yang ditagih pajaknya lari ke Indonesia. Negara mitra (Singapura) itu bisa minta bantuan ke Indonesia. Saya (DJP) pun bisa minta bantuan penagihan bagi Wajib Pajak Indonesia yang kebetulan lagi jalan-jalan di Singapura. Karena ini juga menyangkut undang-undang akses informasi setelah tax amnesty,” kata Suryo Utomo.
DJP dengan negara mitra menetapkan ketentuan mengenai implementasi Mutual Agreement Procedure (MAP) yang menjadi alternatif ideal untuk mengeliminasi pajak berganda. DJP dan otoritas pajak negara mitra menandatangani persetujuan penghindaraan pajak berganda (P3B) yang mengupayakan penyelesaian sengketa secara mufakat.