PajakOnline.com—Jasa maklon merupakan salah satu jenis jasa yang menawarkan atau menyediakan produksi barang guna dipakai pihak lain. Dengan menggunakan jasa maklon, maka badan usaha tidak perlu lagi melakukan aktivitas atau produksi, seperti membangun pabrik, membeli peralatan produksi, dan membayar upah tenaga kerja.
Ketentuan tersebut telah diatur dalam beberapa regulasi, yaitu Undang-undang (UU) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Pajak Penghasilan (PPh), Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32/PMK.010/2019, dan PMK Nomor 141/PMK.03/2015.
Pada Pasal 2 Ayat (4) PMK 141/PMK.03/2015, yang dimaksud dengan jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
Berikut ada dua ciri-ciri jasa maklon, yakni:
1. Pengguna jasa harus menyediakan spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa. Hal ini karena sifat dari perusahaan yang menawarkan jasa maklon sepenuhnya hanya menyediakan jasa untuk memproduksi.
2. Kepemilikan atas barang jadi yang diproduksi melalui jasa maklon berada pada pengguna jasa. Artinya, pemasaran dan hak penjualan semua dipegang oleh pengguna jasa maklon. Oleh karena itu, perusahaan yang memproduksi tidak dapat menjual, atau mendistribusikanya tanpa izin atau kesepakatan terlebih dahulu.
Untuk itu, aspek perpajakan dalam jasa maklon sama seperti jasa pada umumnya. Sebab jasa maklon merupakan salah satu jenis jasa kena pajak (JKP). Artinya, atas penyerahannya dikenakan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain itu, sebagai badan usaha, penyedia jasa maklon juga tidak luput dari kewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang PP Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), maka tarif PPN yang berlaku adalah 11%. Namun, ada perlakuan khusus bagi jasa maklon yang hasil produksinya digunakan untuk keperluan ekspor.
Sementara itu, fasilitas PPN yang diberikan oleh pemerintah adalah PPN nol persen. Ekspor jasa maklon yang mendapatkan tarif PPN nol persen harus memenuhi beberapa ketentuan, antara lain:
– Spesifikasi dan bahan baku atau setengah jadi disediakan oleh penerima barang/pengguna jasa.
– Bahan baku atau setengah jadi diproses untuk menghasilkan barang kena pajak (BKP).
– Kepemilikan atas BKP berada pada pengguna jasa. Pengiriman BKP yang dihasilkan oleh pengusaha jasa maklon dilakukan ke luar daerah pabean.
– Layanan jasa maklon ditujukan kepada penerima ekspor atau Wajib Pajak luar negeri.
Adapun tarif PPN nol persen ini berbeda dengan fasilitas PPN dibebaskan ataupun fasilitas tidak dikenakan PPN. Dalam fasilitas PPN nol persen penyerahan BKP atau JKP oleh pengusaha kena pajak (PKP) tetap terutang PPN. Artinya, penyerahannya tetap dikenakan PPN, tetapi diberikan fasilitas berbentuk pengenaan tarif nol persen. Dengan begitu, PKP tetap harus membuat faktur pajak.
Selain itu, PKP yang melakukan ekspor wajib melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Kemudian, bagi jasa maklon yang mendapatkan fasilitas PPN nol persen wajib membuat faktur pajak bernama surat pemberitahuan ekspor JKP. Surat pemberitahuan ini harus disertai lampiran berupa invoice, sebagai satu kesatuan.
Kemudian, PPh Pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan jasa maklon dipotong PPh sebesar 2% dari jumlah bruto, tidak termasuk PPN. Jumlah bruto yang dimaksud adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya.(Kelly Pabelasary)