PajakOnline.com—Pemerintah sedang membangun super apps untuk layanan publik terpadu. Hal ini sebagai salah satu upaya mempercepat digitalisasi layanan publik. Saat ini, masih banyak layanan publik yang diakses masyarakat secara parsial. Hadirnya public services super apps, suatu aplikasi layanan publik terpadu dalam satu aplikasi diharapkan menjadi solusi untuk kemudahan layanan.
“Pemerintah kini tengah menyiapkan super apps layanan publik terpadu untuk menghasilkan satu data sebagai implementasi data driven policy di Indonesia,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate dalam keterangan tertulis, dikutip hari ini.
Menurut Menkominfo, aplikasi pemerintah yang digunakan saat ini terlalu banyak, tidak efisien dan cenderung bekerja masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan super apps untuk memudahkan komunikasi lintas instansi agar terintegrasi dalam satu sistem yang sama. Sistem ini juga bertujuan mencegah duplikasi aplikasi-aplikasi sejenis dari berbagai kementerian atau lembaga.
“Pemerintah saja saat ini masih menggunakan 24.400 aplikasi, tidak efisien dan bekerja sendiri-sendiri. Bahkan, di setiap kementerian-lembaga dan pemerintah daerah masing-masing mempunyai aplikasi yang berbeda-beda di setiap unitnya, sangat tidak efisien,” jelas Johnny.
Menkominfo menyatakan, dari 24.400 aplikasi yang tersebar itu, Kementerian Kominfo akan melakukan shutdown atau menutupnya. Selanjutnya, secara bertahap akan dipindahkan ke dalam super apps. Johnny yakin dengan efisiensi penggunaan super apps akan lebih tinggi dari aspek intervensi fiskal yang dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini.
“Pelan-pelan kita mulai melakukan shutdown dan pindahkan. Saya meyakini, efisiensinya akan lebih tinggi dari intervensi fiskal yang Ibu Sri Mulyani (Kemenkeu) keluarkan saat ini. Puluhan triliun rupiah hematnya, kalau itu bisa dilakukan luar biasa untuk kita,” ujarnya.
Di sisi lain, dalam upaya mewujudkan electronic government, pemerintah saat ini masih menggunakan 2.700 pusat data. Sementara hanya sekitar 3 persen yang berbasis cloud, selebihnya terpisah sehingga menjadi salah satu kendala untuk menghasilkan data terintegrasi. Akibatnya, interoperabilitas data untuk menghasilkan satu data sebagai implementasi data driven policy di Indonesia sulit terwujud
Untuk mewujudkan efisiensi dalam pengelolaan pusat data itu, menurut Johnny, pemerintah akan membangun empat pusat data berbasis cloud. Pusat data yang pertama akan dibangun di dekat ibu kota negara saat ini, di Jabodetabek. Rencanya, bulan depan akan mulai dilakukan ground breaking agar bisa langsung digunakan di tahun 2024.
Di saat yang bersamaan, secara simultan pemerintah sudah merancang pembangunan pusat data kedua di Nongsa, Batam, Kepulauan Riau, dengan kapasitas yang hampir sama dan redundant sehingga ada saling backup dalam penggunaan pusat data ke depan. Pusat data ketiga akan dibangun di IKN sebagai pusat data pemerintah. Selanjutnya, untuk pusat data yang keempat akan dibangun di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Menteri Johnny menjelaskan pemilihan lokasi terakhir dilatari minimnya aktivitas vulkanik bawah laut yang berpotensi mengganggu layanan pusat data.
Labuan Bajo dipilih karena fiber optic network wilayah selatan Indonesia yang menghubungkan Indonesia bagian Barat, Tenggara, Timur itu sangat memungkinkan karena minim aktivitas vulkanis bawah laut.
Saat ini kita juga mempunyai lintas utara melalui Kalimantan – Sulawesi (Manado) – Maluku Utara, turun ke Biak dan Papua tetapi aktivitas vulkanis yang sangat besar, sehingga berulang-ulang kali terjadi kabel lautnya putus, karena gunung bawah laut meletus,” tuturnya.
Mengenai pembangunan pusat data, Menkominfo menyebutkan tiga pertimbangan utama. Pertama, ada potensi tersedianya kapasitas power supply atau listrik yang memadai dengan jumlah besar. Kedua, redundancy service, dan ketiga ketersediaan jaringan kabel serat optik yang memadai.